Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...

Benarkah Hajar Aswad Pernah Dicuri? Fakta Sejarah Batu Surga di Ka’bah

Sejarah mencatat Hajar Aswad pernah dicuri kaum Qarmathiyah, disimpan 23 tahun, dan dikembalikan dalam kondisi pecah. Temukan detail kisah sejarahnya di sini.

SEJARAH ISLAMBLOGSEJARAHARTIKEL

Ibnu Khidhir

8/26/20253 min baca

Misteri Batu Surga di Ka’bah

Hajar Aswad selalu menjadi pusat perhatian jamaah haji dan umrah. Batu ini bukan sekadar simbol, tetapi diyakini sebagai peninggalan dari surga yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim oleh malaikat Jibril. Rasulullah SAW menciumnya ketika melakukan tawaf, dan sejak itu umat Islam menganggap menyentuh atau menciumnya sebagai ibadah yang penuh keutamaan.

Namun, perjalanan sejarah Hajar Aswad tidak selalu tenang. Batu yang dikerumuni jutaan orang setiap tahun itu pernah mengalami masa kelam: ia dicabut dari tempatnya, dibawa jauh dari Ka’bah, dan baru dikembalikan setelah puluhan tahun. Inilah kisah yang jarang diketahui banyak orang.

Kronologi Pencurian Hajar Aswad

1. Latar Belakang Qarmathiyah

Qarmathiyah muncul pada abad ke-9 M sebagai gerakan radikal dari cabang Syiah Ismailiyah. Mereka berkembang di wilayah timur Jazirah Arab, khususnya Bahrain dan Hajar (sekarang bagian dari Saudi timur). Berbeda dengan sekte Islam lainnya, Qarmathiyah dikenal ekstrem, menolak otoritas kekhalifahan Abbasiyah, dan ingin membentuk sistem keagamaan sendiri.

Di bawah pimpinan Abu Thahir al-Qarmathi, kelompok ini menjadi semakin kuat dan berani. Abu Thahir terkenal dengan ambisinya untuk menantang pusat kekuasaan Islam. Menurut catatan sejarawan Muslim klasik, ia memandang ibadah haji sebagai ritual yang bisa dijadikan target serangan untuk mempermalukan Abbasiyah sekaligus menggetarkan dunia Islam.

2. Penyerangan Makkah

Serangan besar terjadi pada musim haji tahun 317 H/930 M. Ribuan jamaah dari berbagai penjuru dunia tengah berkumpul di Masjidil Haram ketika pasukan Qarmathiyah datang. Mereka tidak hanya menyerang, tetapi juga melakukan pembantaian. Catatan sejarah menyebut ribuan jamaah terbunuh, bahkan mayat-mayat dibiarkan berserakan di sekitar Ka’bah.

Tidak cukup dengan itu, mereka mencemari sumur Zamzam dengan mayat korban, sebuah tindakan yang mengguncang dunia Islam. Ka’bah sendiri tidak luput dari penghinaan: Hajar Aswad dicabut dari posisinya. Abu Thahir bahkan disebut berdiri di atas pintu Ka’bah sambil mengejek umat Islam, menantang keimanan mereka yang kehilangan simbol suci.

3. Hajar Aswad di Tangan Qarmathiyah

Setelah berhasil membawa Hajar Aswad, pasukan Qarmathiyah membawanya ke markas mereka di Bahrain. Batu itu dipasang di salah satu bangunan pusat kekuasaan mereka, seolah dijadikan trofi sekaligus simbol penolakan terhadap pusat ibadah Islam. Sejarawan menyebut peristiwa ini sebagai salah satu penghinaan terbesar dalam sejarah umat.

Selama 23 tahun, umat Islam melaksanakan haji tanpa Hajar Aswad di Ka’bah. Para ulama menegaskan bahwa tawaf tetap sah, sebab yang utama adalah mengelilingi Ka’bah, bukan batu itu sendiri. Namun, bayangkanlah bagaimana perasaan jamaah ketika mendapati sudut Ka’bah kosong dari batu yang selama berabad-abad menjadi penanda awal dan akhir tawaf.

4. Tekanan dan Pengembalian

Peristiwa pencurian ini menimbulkan tekanan besar terhadap Qarmathiyah. Dunia Islam bersatu mengecam mereka. Berbagai diplomasi dilakukan, hingga akhirnya pada tahun 952 M, batu itu dikembalikan ke Makkah. Namun, kondisi Hajar Aswad sudah tidak seperti semula.

Batu yang tadinya utuh kini pecah menjadi beberapa bagian, sekitar tujuh hingga delapan fragmen. Untuk menjaga keutuhan, pecahan-pecahan tersebut ditempatkan dalam bingkai perak dan dikembalikan ke sudut Ka’bah. Hingga kini, bentuk Hajar Aswad yang terlihat bukan lagi batu besar, melainkan potongan-potongan kecil berwarna hitam kecoklatan yang disatukan.

Fakta Sejarah Lain tentang Hajar Aswad

1. Pernah Terbakar dan Retak

Sebelum pencurian oleh Qarmathiyah, Hajar Aswad juga sempat mengalami kerusakan. Pada tahun 683 M, Ka’bah terbakar akibat pengepungan oleh pasukan Umayyah. Api yang melalap bangunan turut meretakkan Hajar Aswad. Sejak saat itu, perbaikan berkala dilakukan untuk memastikan batu ini tetap bisa berada di posisinya.

Kondisi inilah yang membuat Hajar Aswad semakin rapuh dari waktu ke waktu. Maka, ketika dicuri dan dikembalikan dalam keadaan pecah, kerusakan tersebut memperparah keadaan batu suci itu.

2. Perawatan dengan Bingkai Perak

Seiring berjalannya waktu, Hajar Aswad semakin rapuh. Untuk melindunginya, para penguasa Muslim membuat bingkai perak yang berfungsi sebagai pengikat. Bingkai ini diganti beberapa kali dalam sejarah oleh dinasti berbeda, termasuk Abbasiyah, Utsmaniyah, hingga penguasa Saudi modern.

Bingkai ini bukan sekadar pelindung fisik, melainkan juga tanda perhatian umat Islam terhadap simbol warisan Nabi Ibrahim. Setiap kali bingkai diperbarui, hal itu dianggap sebagai bagian dari menjaga kehormatan Ka’bah.

3. Bentuk Saat Ini

Jika jamaah haji atau umrah melihat dari dekat, Hajar Aswad tampak seperti lingkaran berlapis perak yang di dalamnya terdapat beberapa pecahan hitam. Pecahan-pecahan itu tidak sebesar yang dibayangkan banyak orang; beberapa sejarawan bahkan menyebut ukurannya lebih kecil dari buah kurma.

Tampilan ini sangat berbeda dengan gambaran klasik batu besar. Namun, justru bentuk pecahan itulah yang menjadi bukti nyata dari perjalanan panjang Hajar Aswad melewati tragedi sejarah, pencurian, dan perbaikan.

Dimensi Spiritual dari Pencurian Hajar Aswad

Bagi umat Islam, kisah pencurian Hajar Aswad bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga sarat makna. Kehilangan batu itu selama dua dekade lebih menunjukkan bahwa simbol bisa saja hilang, tetapi inti ibadah tetap hidup. Kesucian Ka’bah tidak berkurang hanya karena satu batu dipindahkan.

Peristiwa ini juga menjadi pengingat tentang pentingnya persatuan umat Islam. Perpecahan politik dan ideologi membuat kelompok tertentu berani menghina tempat suci, dan hanya dengan kebersamaan umatlah Hajar Aswad akhirnya kembali ke Ka’bah. Selain itu, kisah ini menguatkan keyakinan bahwa nilai Hajar Aswad bukan sekadar benda fisik, tetapi pada makna spiritual: menjadi saksi amal manusia kelak di hari kiamat.