Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Mengapa Rasulullah Bertahanus? Jejak Renungan Nabi di Gua Hira
Cari tahu alasan Nabi Muhammad SAW bertahanus di Gua Hira: dari kondisi masyarakat Makkah, pengaruh keluarga, hingga makna spiritual menjelang turunnya wahyu.
BLOGSEJARAHSIRAH NABAWIYAHJEJAK RASULARTIKEL
Ibnu Khidhir
6/21/20253 min baca


Pernahkah Anda bertanya, mengapa Nabi Muhammad SAW memilih bertahanus—menyendiri, merenung, dan beribadah di Gua Hira—jauh sebelum turunnya wahyu? Apa yang melatarbelakangi kebiasaan ini, dan apa saja yang dilakukan Nabi selama berhari-hari di tempat sunyi itu? Kisah ini adalah titik awal revolusi spiritual terbesar dalam sejarah manusia, terekam jelas dalam sumber-sumber klasik Islam.
Kondisi Masyarakat Makkah: Krisis Spiritualitas dan Sosial
Menurut Sirah Ibnu Ishaq dan dikuatkan dalam Sirah Ibnu Hisyam, Makkah abad ke-6 adalah pusat perdagangan dan budaya Arab. Namun, di balik gemerlapnya, masyarakat Quraisy telah terjerumus dalam syirik—menyembah ratusan berhala di sekitar Ka’bah. Nilai-nilai kemanusiaan mulai tergerus: praktik perbudakan, eksploitasi perempuan, perjudian, dan minuman keras merajalela. Kehidupan sosial dipenuhi kesenjangan, permusuhan antar suku, dan konflik yang tiada henti .
Di tengah lingkungan seperti itu, Nabi Muhammad SAW tumbuh sebagai sosok yang berbeda. Sejak muda, beliau dikenal menjauhi kemaksiatan, tidak pernah minum khamr, berjudi, atau mengikuti tradisi jahiliyah lainnya. Bahkan sebelum kenabian, beliau sudah gelisah terhadap penyimpangan moral dan spiritual masyarakat Makkah .
Pengaruh Keluarga dan Tradisi Tahannuts
Kebiasaan mencari makna dan menenangkan jiwa di tempat sunyi sudah dikenal di kalangan Bani Hasyim. Sumber Sirah Ibnu Hisyam dan Tarikh Ibnu Katsir menyebutkan, Abdul Muthalib—kakek Nabi Muhammad SAW—gemar bertahanus: berdiam diri di Ka’bah atau di sekitar Makkah untuk berdoa, bermunajat, dan mengambil keputusan penting. Tradisi inilah yang diwariskan dalam keluarga besar Rasulullah.
Dalam riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Hibban, dijelaskan bahwa bertahanus (atau bertahannuts) adalah tradisi masyarakat Arab yang ingin mencari ketenangan batin, mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS yang hanif—yaitu menjauhi penyembahan berhala dan segala bentuk kemusyrikan .
Nabi Muhammad SAW, yang selalu menjaga kemurnian akhlaknya, sejak usia muda kerap menyendiri dan merenung. Pada usia sekitar 37–40 tahun, keresahan beliau terhadap kondisi sosial Makkah mencapai puncaknya. Hati beliau terdorong kuat untuk mengasingkan diri, mencari kedamaian dan jawaban dari Allah SWT .
Bertahanus di Gua Hira: Usia, Aktivitas, dan Spiritualitas
Sumber Sirah Ibnu Hisyam dan Al-Bidayah wan Nihayah (Ibnu Katsir) mencatat, pada usia sekitar 40 tahun, Nabi Muhammad SAW mulai rutin mendaki Jabal Nur, menuju Gua Hira—sekitar 3 km di luar Makkah. Bertahanus di sana bukan hanya sekadar berdiam diri, melainkan berdoa, bermeditasi, dan melakukan ibadah secara ikhlas. Dikisahkan oleh Ibnu Ishaq:
“Beliau akan membawa perbekalan, berdiam di Gua Hira selama beberapa malam, berdoa dan bermunajat kepada Allah. Kemudian beliau pulang untuk mengambil perbekalan baru yang disiapkan Khadijah, lalu kembali ke gua tersebut.”
Aktivitas utama Nabi di Gua Hira:
Bertafakur tentang penciptaan alam.
Merenungi kondisi masyarakat dan keadilan sosial.
Beribadah sesuai ajaran hanif Nabi Ibrahim: tanpa perantara berhala, penuh keikhlasan.
Memohon petunjuk kepada Allah atas keresahan hati yang beliau rasakan.
Bertahanus menjadi bentuk “protes moral” Nabi Muhammad SAW terhadap budaya dan tradisi rusak di tengah masyarakat Quraisy. Beliau menolak larut dalam pesta pora, syirik, dan kemewahan palsu yang merusak nilai-nilai asasi manusia.
Makna Bertahanus: Jalan Menuju Kenabian
Menurut Sirah Ibnu Ishaq dan Tafsir Ibnu Katsir, pencarian spiritual di Gua Hira adalah fase pematangan ruhani sebelum diangkat menjadi Rasul. Di sinilah, pada malam 17 Ramadhan tahun 610 M, wahyu pertama turun melalui Malaikat Jibril: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan…” (QS. Al-‘Alaq: 1-5). Momen ini menjadi titik balik dalam sejarah peradaban manusia .
Tradisi bertahanus mengajarkan bahwa perubahan besar selalu bermula dari refleksi dan kejujuran pada nurani. Nabi Muhammad SAW menyiapkan jiwa, membersihkan hati, dan memperkuat tekad dengan menyendiri, sebelum memikul tugas kenabian. Dengan hati yang bening dan pikiran jernih, beliau menerima wahyu, lalu menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.
Sumber Utama dan Riwayat:
Sirah Ibnu Ishaq, Bab Dakwah Sirr (edisi terjemah dan Arab).
Sirah Ibnu Hisyam, Bab Awal Kenabian dan Bertahanus.
Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, Jilid II.
Tafsir Ibnu Katsir, penafsiran QS. Al-‘Alaq: 1-5 dan penjelasan tradisi tahannuts.
Musnad Ahmad, hadis tentang aktivitas bertahanus Nabi.
Tafsir At-Tabari, sejarah turunnya wahyu pertama dan latar Gua Hira.
Jejak bertahanus Nabi Muhammad SAW di Gua Hira adalah inspirasi abadi: perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran, pencarian makna, dan keberanian untuk menyendiri dari arus kerusakan. Di tengah gelombang krisis moral, hanya dengan hati yang jernih, manusia bisa menerima cahaya wahyu.
Sudahkah kita menyediakan ruang sunyi dalam hidup, untuk jujur pada hati dan mendekat kepada Tuhan?
Ingin kutipan Arab asli atau sumber detail lebih lanjut? Silakan request!