Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Panduan Niat Umrah Bersyarat Lengkap dengan Sejarah dan Dasar Hukum
Pelajari niat umrah bersyarat lengkap dengan sejarah, dasar hukum, bacaan Arab, latin, dan terjemahan. Panduan praktis bagi jamaah agar ibadah tetap sah meski ada uzur.
BLOGFIQHSIRAH NABAWIYAHTIPSHADISTMANASIK
Ibnu Khidhir
9/3/20253 min baca


Umrah adalah salah satu ibadah yang penuh makna dan termasuk dalam sunnah muakkadah bagi umat Islam. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan jamaah adalah niat, sebab niat menjadi penentu sah atau tidaknya ibadah. Dalam praktiknya, ada yang disebut dengan niat umrah bersyarat (اشتراط), yaitu bentuk niat khusus yang memberi keringanan bagi jamaah ketika terhalang oleh suatu uzur seperti sakit atau haid.
Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang sejarah niat bersyarat, dasar hukumnya dalam syariat, bacaan niat dalam bahasa Arab, latin, terjemahan, serta pertanyaan penting: “Lebih baik niat biasa atau bersyarat?”
📜 Sejarah Niat Umrah Bersyarat
Tradisi niat bersyarat merujuk pada hadis sahih dari Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam yang diriwayatkan dari Dhubā’ah binti az-Zubair radhiyallahu ‘anha. Beliau pernah ingin berhaji namun dalam kondisi kurang sehat, lalu Rasulullah ﷺ bersabda:
قَالَ لَهَا النَّبِيُّ ﷺ: حُجِّي وَاشْتَرِطِي أَنْ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya: “Berhajilah engkau dan buatlah syarat: Tempat tahallulku adalah di mana aku terhalang (oleh uzur).”
(HR. Bukhari & Muslim)
Hadis ini menjadi dasar diperbolehkannya seseorang untuk berniat umrah atau haji dengan menyertakan syarat, agar ia bisa bertahallul tanpa dikenai dam (denda) jika terjadi halangan yang menghalangi pelaksanaan ibadah.
⚖️ Dasar Hukum Niat Umrah Bersyarat
Al-Qur’an
Allah ﷻ berfirman:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
"Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (terhalang), maka sembelihlah hadyu (hewan kurban) yang mudah didapat."
(QS. Al-Baqarah: 196)
Ayat ini menunjukkan bahwa adanya kondisi ihshār (terhalang) sudah diantisipasi oleh syariat. Ulama menjelaskan bahwa niat bersyarat adalah solusi agar jamaah bisa keluar dari ihram tanpa kewajiban dam.
Hadis Nabi Shallalahu 'Alaihi Wasallam
Seperti yang telah disebutkan, hadis dari Dhubā’ah binti az-Zubair menjadi landasan utama dibolehkannya niat bersyarat.Ijma’ Ulama
Mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi sepakat bolehnya niat bersyarat, meskipun dalam praktiknya lebih banyak dianjurkan pada orang yang khawatir terhalang oleh sakit atau uzur.
🕋 Bacaan Niat Umrah Bersyarat
1. Niat Umrah Biasa
نَوَيْتُ الْعُمْرَةَ وَأَحْرَمْتُ بِهَا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu al-‘umrata wa ahramtu bihā lillāhi ta‘ālā
Terjemahan:
“Aku niat umrah dan berihram karenanya semata-mata karena Allah Ta‘ālā.”
2. Niat Umrah Bersyarat (Versi Masyhur)
نَوَيْتُ الْعُمْرَةَ وَأَحْرَمْتُ بِهَا لِلَّهِ تَعَالَى، فَإِنْ عَرَضَ لِي عَارِضٌ مَرَضٌ أَوْ حَيْضٌ فَمَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
Nawaitu al-‘umrata wa ahramtu bihā lillāhi ta‘ālā, fa in ‘araḍa lī ‘āriḍun maraḍun au ḥaiḍun, fa maḥillī ḥaiṡu ḥabastanī
Terjemahan:
“Aku niat umrah dan berihram karenanya karena Allah Ta‘ālā. Jika aku terhalang oleh sakit atau haid, maka tempat tahallulku adalah di tempat aku terhalang.”
3. Niat Umrah Bersyarat (Versi Tanpa Dam)
اللَّهُمَّ إِنِّي أُرِيدُ الْعُمْرَةَ، فَيَسِّرْهَا لِي وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي، وَإِنْ عَرَضَ لِي عَارِضٌ مَرَضٌ أَوْ حَيْضٌ فَبِحَصْرٍ خَرَجْتُ مِنْهَا أَوْ تَحَلَّلْتُ مِنْهَا بِغَيْرِ هَدْيٍ
Allāhumma innī urīdu al-‘umrata, fa yassirhā lī wa taqabbalhā minnī, wa in ‘araḍa lī ‘āriḍun maraḍun au ḥaiḍun fa biḥaṣrin kharajtu minhā au taḥallaltu minhā bighairi hadyin
Terjemahan:
“Ya Allah, aku ingin menunaikan umrah, maka mudahkanlah bagiku dan terimalah dariku. Jika aku terhalang oleh sakit atau haid, maka dengan terhalang itu aku keluar atau bertahallul darinya tanpa kewajiban dam.”
🔎 Niat Umrah Biasa atau Niat Bersyarat?
Di titik ini sering muncul pertanyaan dari jamaah: “Apakah saya lebih baik memakai niat umrah biasa saja, atau sebaiknya memilih niat bersyarat?”
Bila kita menengok sejarah, mayoritas sahabat Nabi Shallalahu 'Alaihi Wasallam menunaikan haji dan umrah dengan niat biasa, tanpa menambahkan syarat. Mereka berangkat dengan penuh keyakinan dan optimisme untuk bisa menuntaskan seluruh rangkaian ibadah. Inilah yang menjadikan niat biasa dianggap sebagai pilihan utama bagi jamaah yang sehat dan tidak memiliki kekhawatiran tertentu.
Namun, Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam juga memberi ruang keringanan lewat contoh pada Dhubā’ah binti az-Zubair. Dari sinilah lahir opsi niat bersyarat: jika ada risiko sakit, menstruasi, atau hambatan perjalanan, jamaah tetap bisa keluar dari ihram dengan tenang tanpa harus menanggung dam. Jadi, niat bersyarat hadir sebagai bentuk kasih sayang syariat, agar ibadah tidak menjadi beban.
Secara sederhana:
Jamaah sehat dan yakin bisa menyelesaikan ibadah → cukup gunakan niat biasa.
Jamaah perempuan yang khawatir datang haid, jamaah lansia, atau yang punya riwayat sakit → sebaiknya menggunakan niat bersyarat, karena lebih aman dan sesuai sunnah.
Di sini kita melihat bagaimana Islam selalu memberikan pilihan sesuai kondisi. Tidak ada paksaan untuk semua jamaah memakai niat bersyarat, tapi juga tidak ada larangan bila memang dibutuhkan. Prinsip dasarnya adalah:
المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan itu mendatangkan kemudahan.”
📌 Manfaat Niat Umrah Bersyarat
Keringanan bagi jamaah sakit – tidak terbebani kewajiban dam.
Memberi ketenangan hati – terutama bagi jamaah perempuan yang khawatir datang haid.
Sesuai sunnah Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam – mengikuti petunjuk beliau kepada Dhubā’ah binti az-Zubair.
Menjadi solusi praktis – terutama di masa modern dengan jadwal keberangkatan yang ketat.
Niat merupakan inti dari ibadah umrah. Dengan memahami niat umrah bersyarat, jamaah mendapatkan ketenangan batin sekaligus kemudahan jika menghadapi uzur. Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam telah memberi contoh langsung melalui hadis sahih, dan para ulama membenarkannya.
Bagi jamaah sehat, niat biasa adalah pilihan utama. Namun, bagi jamaah dengan risiko tertentu, niat bersyarat menjadi langkah bijak agar tetap tenang dalam beribadah. Pada akhirnya, semua kembali pada kondisi masing-masing jamaah—karena syariat Islam hadir bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memudahkan.