Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Detik-Detik Turunnya Wahyu Pertama: Kisah Lengkap Kenabian Muhammad SAW
Kisah turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Sebuah titik balik sejarah Islam yang dituturkan secara lengkap dari sumber klasik.
SEJARAHBLOGSIRAH NABAWIYAHJEJAK RASUL
6/25/20254 min baca


Turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Muhammad SAW merupakan peristiwa monumental yang menandai awal dari kebangkitan Islam. Peristiwa ini bukan hanya transformasi spiritual seorang pribadi, melainkan permulaan dari revolusi kemanusiaan yang mengubah wajah dunia. Dalam riwayat yang disusun oleh Ibnu Ishaq dan dikembangkan oleh ulama-ulama seperti Ibnu Hisyam dan Al-Baihaqi, kita mendapati rangkaian peristiwa yang menggetarkan hati, penuh dengan tanda-tanda nubuwah, dan menjadi awal dari jalan kenabian.
Perjanjian Para Nabi: Nabi Muhammad SAW Telah Dijanjikan
Allah SWT tidak mengutus Nabi Muhammad SAW secara tiba-tiba, melainkan dalam kesinambungan risalah yang telah dijanjikan dalam kitab-kitab sebelumnya. Dalam QS. Ali Imran ayat 81, Allah berfirman bahwa seluruh nabi telah diambil sumpahnya untuk mengimani dan menolong Nabi Muhammad SAW jika beliau datang:
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: 'Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman: 'Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?' Mereka menjawab: 'Kami mengakui.' Allah berfirman: 'Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.'” (Ali Imran: 81).
Perjanjian ini menunjukkan bahwa kerasulan Muhammad SAW adalah penutup sekaligus pemenuh nubuwat-nubuwat terdahulu.
Mimpi Sejernih Pagi: Tanda-Tanda Awal Wahyu
Aisyah RA meriwayatkan bahwa awal mula wahyu kepada Nabi SAW adalah mimpi yang benar. Setiap mimpi yang beliau alami terjadi sebagaimana sinar fajar yang nyata. Sejak saat itu, beliau merasa nyaman dalam kesendirian (khalwat), mencari ketenangan di Gua Hira, menjauh dari keramaian dan ritual jahiliyah yang merajalela di Mekkah.
Dalam masa menyendiri itu, Nabi SAW juga mengalami kejadian luar biasa: setiap melewati batu atau pohon, benda-benda itu menyapanya, "Assalamu ‘alaika ya Rasulullah." Namun beliau tidak melihat siapa pun, hanya batu dan pepohonan di sekelilingnya. Fenomena ini berlangsung terus-menerus hingga akhirnya datanglah saat agung di Gua Hira, pada malam di bulan Ramadhan.
Momen di Gua Hira: Malaikat Jibril Membawa Wahyu Pertama
Dalam riwayat Wahb bin Kaisan dan Ubaid bin Umair, diceritakan bahwa Nabi SAW melakukan tahannuts (ibadah menyendiri) sebagaimana kebiasaan orang-orang hanif Quraisy. Di sinilah, untuk pertama kalinya, Malaikat Jibril datang membawa perintah dari Allah. Nabi SAW menggambarkan saat itu sebagai berikut:
"Jibril mendatangiku saat aku tidur, membawa secarik kain sutra bertuliskan ayat. Ia berkata, "Bacalah!" (اقْرَأْ). Aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca." (ما أَنَا بِقَارِئٍ). Ia lalu mendekapku hingga aku merasa seolah akan mati, lalu melepasku dan mengulanginya lagi. Setelah ketiga kalinya, ia membaca:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-‘Alaq: 1–5)"
Wahyu itu menetap di hati beliau, seolah-olah tertulis di dalamnya. Saat keluar dari gua, Nabi mendengar suara dari langit: "Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan aku adalah Jibril." Nabi menengadah dan melihat sosok Jibril memenuhi ufuk langit.
Khadijah: Pendamping Setia yang Menenangkan
Nabi SAW pulang dalam keadaan gemetar dan bersandar di pangkuan Khadijah RA. Sang istri mulia menenangkan beliau dan berkata dengan penuh keyakinan:
"Bergembiralah, demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu. Engkau menyambung silaturahmi, membantu yang lemah, memberi makan orang miskin, dan menolong orang yang terkena musibah."
Khadijah segera menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang ulama ahli kitab yang telah mempelajari Injil dan Taurat dalam bahasa aslinya. Waraqah mendengar cerita Nabi dan berkata, "Itu adalah Namus (Jibril) yang dahulu datang kepada Musa. Andai aku masih muda saat kaummu mengusirmu, pasti aku akan membelamu."
Waraqah bin Naufal: Ulama Hanif yang Mengenali Wahyu
Waraqah bin Naufal, salah satu dari empat tokoh hanif Quraisy, sangat paham dengan nubuwat yang terdapat dalam kitab-kitab suci terdahulu. Ia meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul yang dijanjikan. Ia berkata kepada Nabi di Ka'bah:
"Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, engkau adalah Nabi untuk umat ini. Engkau akan didustakan, disakiti, diusir, dan diperangi."
Setelah menyatakan ini, Waraqah bin Naufal mencium ubun-ubun Rasulullah SAW sebagai bentuk penghormatan yang sangat dalam. Dalam tradisi Arab, mencium ubun-ubun merupakan tanda penghargaan dan pengakuan terhadap kedudukan tinggi seseorang. Sikap Waraqah ini bukan hanya penghormatan personal, tetapi juga bentuk pengakuan ilmiah dan spiritual dari seorang ulama yang mengerti benar isi Taurat dan Injil, bahwa Muhammad SAW adalah Nabi yang telah dijanjikan dalam kitab-kitab tersebut.
Waraqah termasuk dari sedikit tokoh Mekkah yang berpaling dari penyembahan berhala dan mengikuti ajaran tauhid. Ia dikenal sebagai penganut agama Hanif dan mengasingkan diri dari praktik jahiliyah. Dalam riwayat, disebutkan bahwa Waraqah wafat tak lama setelah peristiwa tersebut, namun kesaksiannya menjadi sangat penting dalam sejarah kenabian sebagai validasi awal dari seorang ahli kitab bahwa kenabian Muhammad SAW adalah benar adanya.
Ujian Spiritual: Verifikasi dari Khadijah
Khadijah yang cerdas dan penuh hikmah kemudian melakukan sebuah verifikasi untuk memastikan bahwa yang datang kepada Nabi SAW adalah benar-benar malaikat, bukan jin atau setan. Ia berkata kepada Rasulullah SAW: "Apabila temanmu itu datang lagi, beritahukanlah kepadaku." Maka ketika Jibril kembali datang, Nabi SAW mengabarkan hal itu kepada Khadijah.
Khadijah kemudian berkata, "Wahai suamiku, duduklah di pangkuanku sebelah kiri." Nabi pun duduk. Khadijah bertanya, "Apakah engkau masih melihatnya?" Nabi menjawab, "Ya." Kemudian Khadijah berkata lagi, "Sekarang berpindahlah ke pangkuanku sebelah kanan." Rasulullah SAW pun menurut. Ia kembali bertanya, "Apakah engkau masih melihatnya?" Nabi menjawab, "Ya."
Lalu Khadijah membuka kerudung dan sebagian auratnya, dan berkata, "Apakah engkau masih melihatnya?" Nabi menjawab, "Tidak." Maka Khadijah berkata dengan tenang dan meyakinkan, "Bergembiralah wahai anak pamanku. Demi Allah, itu adalah malaikat, bukan setan. Karena setan tidak akan menahan diri dari melihat aurat perempuan."
Riwayat ini dikisahkan oleh Ibnu Ishaq dan disebutkan juga dalam Al-Dalail karya Al-Baihaqi (no. 453) dengan sanad mursal. Ujian cerdas Khadijah ini menambah keyakinan akan kebenaran wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW dan memperkuat peran sentral Khadijah sebagai pendamping utama dalam fase awal kenabian.
"Bergembiralah, suamiku. Itu adalah malaikat, bukan setan."
Verifikasi ini membuktikan bahwa wahyu yang datang kepada Nabi SAW adalah benar dari Allah.
Dampak Besar dan Awal Perjuangan
Wahyu pertama itu adalah titik awal dari risalah Islam. Setelah itu, turun wahyu demi wahyu, membimbing umat manusia dari gelapnya kejahilan menuju cahaya petunjuk. Nabi SAW kembali beraktivitas seperti biasa, namun dalam dirinya telah terjadi transformasi besar. Beliau mempersiapkan diri untuk misi kenabian yang panjang.
Allah meneguhkan hatinya, dan Khadijah terus mendukung dengan penuh cinta dan iman. Peristiwa ini adalah rahmat bagi seluruh umat manusia dan awal mula sebuah ajaran yang akan menyebar ke seluruh dunia.
Kisah turunnya wahyu pertama bukan sekadar episode sejarah, melainkan permulaan perjalanan kenabian yang mengubah arah dunia. Dukungan Khadijah, kesaksian Waraqah, dan keteguhan Nabi SAW menjadi teladan bagi siapa pun yang mencari kebenaran. Semoga kita selalu menjaga semangat keimanan sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW sejak wahyu pertama hingga akhir hayatnya.
Referensi:
Sirah Ibnu Ishaq
Sirah Ibnu Hisyam
Al-Dalail karya Al-Baihaqi
Al-Qur’an Al-Karim (Ali Imran: 81; Al-‘Alaq: 1–5)
Musnad Thabrani dan catatan hadits dari Baihaqi