Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Menyambut Maulid Nabi: Kisah Abu Lahab dan Peringanan Azab
Pelajari kisah Abu Lahab yang diringankan azabnya karena bergembira saat kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Temukan makna mendalam menyambut Maulid Nabi dan pandangan ulama tentang perayaannya.
KISAH NABISEJARAH ISLAMBLOGSIRAH NABAWIYAHINSPIRASIARTIKELJEJAK RASUL
Ibnu Khidhir
8/7/20253 min baca
Setiap tahun pada bulan Rabi'ul Awal, umat Islam di berbagai belahan dunia merayakan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan penuh rasa cinta dan penghormatan. Maulid Nabi bukan sekadar peringatan kelahiran, melainkan momentum untuk mengenang sosok yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Menariknya, dalam sejarah Islam terdapat kisah unik yang sering dikaitkan dengan Maulid Nabi, yaitu kisah Abu Lahab, paman Nabi yang terkenal sebagai penentang dakwah Islam.
Meskipun Abu Lahab adalah musuh besar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, terdapat riwayat bahwa azabnya diringankan di neraka setiap hari Senin, hari kelahiran Nabi, karena kegembiraannya saat mendengar berita kelahiran keponakannya. Kisah ini sering menjadi bahan renungan, bagaimana seorang kafir sekalipun mendapatkan keringanan azab karena kegembiraan atas kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
🌙 Kisah Abu Lahab Saat Nabi Lahir
Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lahir pada hari Senin 12 Rabi'ul Awal 571 Masehi, kabar bahagia ini sampai kepada Abu Lahab, salah satu pembesar Makkah dan juga paman Rasulullah, melalui budak perempuannya, Tsuwaibah. Saking gembiranya, Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaannya.
Riwayat ini disebutkan dalam kitab-kitab hadis dan sirah. Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya bahwa setelah Abu Lahab wafat, ada seseorang dari keluarganya yang bermimpi melihat Abu Lahab dalam keadaan buruk di neraka. Namun, Abu Lahab mengatakan:
"Sejak aku meninggal, tidak ada kebaikan yang aku rasakan, kecuali setiap hari Senin azabku diringankan karena aku bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan memerdekakan Tsuwaibah."
(Shahih al-Bukhari, Kitab al-Nikah, Bab “Walidat al-Nabi wa Tsuwaibah Maulat Abi Lahab”)
Bayangkan suasana di Makkah malam itu. Seorang bayi lahir dengan membawa cahaya nubuwah, dan meski dunia belum mengenalnya, semesta seakan ikut bergembira. Bahkan Abu Lahab yang hatinya keras, tak kuasa menolak rasa bahagia mendengar kelahiran Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Fitnah, kesombongan, dan kebenciannya terhadap dakwah Nabi memang baru muncul di kemudian hari, tetapi pada saat kelahiran itu, fitrah kemanusiaannya masih sempat menyala.
📖 Hikmah dari Kisah Abu Lahab
Kisah ini memberikan pelajaran penting bagi umat Islam:
Cinta kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah sumber keberkahan.
Jika Abu Lahab yang kafir saja diberi keringanan azab karena rasa gembiranya, maka bagaimana dengan seorang mukmin yang merayakan kelahiran Nabi dengan penuh cinta dan amal saleh?Makna Maulid bukan sekadar perayaan seremonial.
Maulid Nabi adalah sarana untuk memperkuat kecintaan kita kepada beliau, meneladani akhlaknya, dan bersyukur atas diutusnya beliau sebagai rahmat bagi alam semesta.Peringatan Maulid adalah bentuk syukur.
Ulama Ahlussunnah wal Jamaah menjadikan Maulid sebagai momentum syukur, sebagaimana Abu Lahab bergembira saat kelahiran Nabi, meskipun tanpa iman.
Di sinilah kita bisa merenung. Jika sekadar senang dengan kelahiran Nabi sudah bernilai kebaikan, apalagi jika kebahagiaan itu dibarengi dengan shalawat, doa, pengajian, dan amal kebajikan. Maka, Maulid bukan hanya ritual tahunan, melainkan kesempatan memperbarui janji cinta kita kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
🌿 Dalil dan Pandangan Ulama tentang Maulid Nabi
Banyak ulama besar menegaskan keutamaan memperingati Maulid Nabi:
Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Husn al-Maqsid fi Amal al-Maulid menjelaskan bahwa perayaan Maulid Nabi adalah amalan yang baik karena berisi dzikir, shalawat, dan sedekah.
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyebutkan bahwa Maulid termasuk bid’ah hasanah jika diisi dengan kebaikan, karena menjadi sarana mengingat rahmat Allah dengan diutusnya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Ulama menjelaskan bahwa kebahagiaan yang diekspresikan saat Maulid adalah bentuk syukur. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا ۖ هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
🌺 Menyambut Maulid Nabi di Zaman Sekarang
Dalam konteks kekinian, menyambut Maulid Nabi dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Membaca maulid (Barzanji, Simtud Durar, Diba’i) untuk menumbuhkan cinta kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Bershalawat bersama, mengikuti perintah Allah dalam QS. al-Ahzab: 56.
Mengadakan kajian sirah Nabi, untuk meneladani akhlak dan perjuangannya.
Berbagi sedekah kepada fakir miskin sebagai wujud syukur.
Di banyak tempat, Maulid bukan hanya acara ritual, tetapi juga pesta kebahagiaan umat. Anak-anak membawa obor, jamaah bershalawat dengan penuh semangat, dan masjid-masjid dihiasi dengan cahaya lampu. Semua itu menggambarkan cinta yang sederhana, tetapi dalam. Cinta yang membuat umat Islam di berbagai belahan dunia merasa satu dalam kerinduan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Kisah Abu Lahab memberikan pelajaran mendalam: bahkan seorang kafir pun mendapat keringanan azab karena rasa gembira atas kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Lalu bagaimana dengan kita sebagai umat Islam yang beriman kepadanya? Sudah selayaknya kita lebih bersyukur, bergembira, dan memperbanyak amal saleh saat menyambut Maulid Nabi.
Menyambut Maulid Nabi bukan sekadar tradisi, tetapi wujud syukur dan cinta kita kepada manusia termulia yang pernah ada di muka bumi.