Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Nabi Muhammad SAW di Dalam Injil
Apa kata Injil tentang Nabi Muhammad SAW? Temukan penjelasan dari Injil Yohanes dan tafsir tokoh-tokoh Islam seperti Ibnu Ishaq dalam artikel ini.
SEJARAHBLOGSIRAH NABAWIYAHARTIKELJEJAK RASUL
Ibnu Khidhir
7/3/20253 min baca


Pesan Yesus tentang Nabi Akhir Zaman
Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai nabi terakhir, umat terdahulu telah menerima isyarat kenabiannya melalui kitab-kitab samawi sebelumnya. Salah satu sumber penting yang membicarakan hal ini adalah Injil. Isa bin Maryam AS, atau Yesus dalam tradisi Kristen, merupakan nabi besar dalam Islam yang menerima wahyu dari Allah dalam bentuk Injil. Dalam narasi yang disampaikan oleh Ibnu Ishaq, disebutkan bahwa Isa memberikan kabar gembira tentang kedatangan seorang rasul akhir zaman kepada umatnya. Kabar ini ditulis oleh murid-muridnya, termasuk Yohanes Al-Hawari, yang dalam Injilnya menyebutkan sosok yang akan datang setelah Isa—yakni Nabi Muhammad SAW.
Penjelasan Ibnu Ishaq: Injil dan Nama "Al-Munhamanna"
Ibnu Ishaq, seorang sejarawan awal Islam dan penulis kitab Sirah Nabawiyyah, meriwayatkan bahwa Isa bin Maryam menyampaikan pesan kenabian Muhammad SAW dalam Injil. Dalam Injil versi Yohanes yang ditulis oleh Al-Hawari, disebutkan bahwa Isa berkata kepada pengikutnya: "Barang siapa yang membuatku marah, sama saja membuat marah Tuhan. Dan jika aku tidak melakukan di depan mereka tindakan-tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, maka mereka tidak memiliki dosa. Namun karena mereka sombong, mereka mengaku mengagungkan aku sebagai Tuhan."
Isa kemudian menambahkan bahwa kelak akan datang sosok yang disebut Al-Munhamanna dalam bahasa Ibrani, yang berarti "Muhammad". Dalam bahasa Romawi, nama ini disetarakan dengan Paracletos (Paraclet). Ia adalah sosok yang akan datang dari sisi Allah, disebut sebagai Ruhul Qudus, dan akan menjadi saksi atas Isa dan umatnya. Pesan ini disebutkan oleh Isa agar umatnya tidak berkeluh kesah ketika masa tersebut tiba.
"Paracletos" dan Tafsir Nama Muhammad SAW
Dalam teologi Kristen, istilah Paracletos sering diterjemahkan sebagai "Penghibur", "Penolong", atau "Advokat". Namun, beberapa ahli sejarah dan cendekiawan Muslim, termasuk Ibnu Ishaq, mengaitkan istilah ini secara langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Kata Paracletos sendiri dalam naskah Yunani memiliki akar kata yang jika diterjemahkan dengan makna literal, menunjuk pada seseorang yang akan datang setelah Isa sebagai pemberi kabar baik dan pelanjut risalah ketauhidan.
Dalam Injil Yohanes pasal 14 hingga 16, disebutkan berulang kali bahwa Isa akan pergi dan "Paracletos" akan datang, yang akan mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan umat akan apa yang telah Isa sampaikan. Bagi umat Islam, ini merupakan nubuat yang secara eksplisit merujuk pada kenabian Muhammad SAW, yang datang sekitar enam abad setelah Isa, membawa risalah yang menyempurnakan ajaran sebelumnya.
Injil dan Peran Roh Kudus Menurut Perspektif Islam
Dalam ajaran Kristen, Paracletos sering diidentikkan dengan Roh Kudus (Holy Spirit). Namun dalam Islam, Jibril AS adalah yang dimaksud sebagai Ruhul Qudus. Dalam konteks nubuwwah, istilah Ruhul Qudus dalam Injil yang ditafsirkan sebagai agen kenabian selanjutnya, lebih sesuai jika dimaknai sebagai Jibril yang menyampaikan wahyu kepada Muhammad SAW. Maka, ketika Isa menyatakan bahwa "Al-Munhamanna" akan datang bersama Ruhul Qudus, ini sejalan dengan wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril.
Penegasan ini juga hadir dalam Al-Qur'an, dalam Surah As-Saff ayat 6:
"Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: 'Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad.'" (QS. As-Saff: 6)
Nama "Ahmad" adalah bentuk lain dari Muhammad, dan digunakan dalam Al-Qur'an untuk menegaskan bahwa kabar gembira itu memang merujuk kepada Nabi akhir zaman.
Konteks Sejarah dan Kesaksian Ahli Kitab
Dalam sejarah, terdapat banyak tokoh dari kalangan Ahli Kitab yang mengenal tanda-tanda kenabian Muhammad SAW, baik dari Injil maupun Taurat. Salah satunya adalah Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi. Waraqah adalah seorang rahib Kristen Arab yang memahami nubuatan-nubuatan dari kitab suci. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di Gua Hira, Khadijah segera membawa beliau kepada Waraqah. Setelah mendengar pengalaman tersebut, Waraqah berkata, "Ini adalah Namus (Jibril) yang dahulu turun kepada Musa. Andai aku masih muda dan hidup ketika kaummu mengusirmu, niscaya aku akan membantumu."
Kesaksian ini sangat penting karena berasal dari seorang yang ahli dalam Injil dan dikenal sebagai tokoh hanif di kalangan Quraisy. Ia mengetahui bahwa nubuatan dalam Injil telah terealisasi dalam pribadi Muhammad SAW. Bahkan, sebagian ulama menyebut bahwa Waraqah bisa dianggap sebagai salah satu orang pertama yang mengimani kerasulan beliau, meskipun ia wafat sebelum syariat Islam disempurnakan.
Injil dan Kenabian Muhammad SAW
Apa yang disampaikan dalam Injil, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan dikaji ulang dalam studi keislaman, menunjukkan adanya kesinambungan antara ajaran Isa dan kedatangan Muhammad SAW. Dalam perspektif Islam, Injil bukanlah kitab yang berdiri sendiri, tetapi bagian dari wahyu Allah yang menunjuk kepada risalah akhir zaman. Dalam pengertian ini, kedatangan Nabi Muhammad SAW adalah jawaban atas nubuat para nabi sebelumnya, termasuk Isa bin Maryam.
Al-Munhamanna, Ahmad, Paracletos—semuanya merujuk pada satu sosok: Nabi Muhammad SAW. Kedatangannya adalah penutup para nabi dan penyempurna risalah ketauhidan yang telah diwariskan sejak zaman Ibrahim. Oleh karena itu, keimanan kepada Nabi Muhammad SAW tidak hanya merupakan bagian dari syariat Islam, tapi juga bentuk pemenuhan terhadap janji-janji Tuhan yang telah disampaikan dalam kitab-kitab sebelumnya.
Referensi:
Sirah Ibnu Ishaq
Injil Yohanes 14-16
QS As-Saff: 6
Tafsir al-Qurthubi dan Ibnu Katsir
Al-Dalail karya Al-Baihaqi