Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Peristiwa Penting Perang Badar: Duel Legendaris, Hujan Mukjizat, dan Kematian Musuh-Musuh Isla
Artikel ini mengupas secara rinci momen-momen paling menentukan dalam Perang Badar, mulai dari turunnya hujan keajaiban, duel legendaris, kisah Bilal dan Umayyah, hingga detik-detik tewasnya Abu Jahal dan tindakan Rasulullah ﷺ setelah perang usai.
SIRAH NABAWIYAH
Ibnu Khidhir
6/29/20255 min baca


Perang Badar adalah peristiwa yang mengubah arah sejarah Islam. Bukan sekadar peperangan fisik, di balik kemenangan ini tersimpan rangkaian keajaiban ilahi, duel epik, kisah balas dendam yang penuh makna, serta hancurnya arogansi para pembesar Quraisy. Setiap momen di Perang Badar menyimpan pelajaran abadi tentang iman, keadilan, serta bagaimana Allah menolong hamba-hamba-Nya yang tulus.
Artikel ini mengupas secara rinci momen-momen paling menentukan dalam Perang Badar, mulai dari turunnya hujan keajaiban, duel legendaris, kisah Bilal dan Umayyah, hingga detik-detik tewasnya Abu Jahal dan tindakan Rasulullah ﷺ setelah perang usai.
1. Hujan Keajaiban: Rintik Rahmat untuk Muslimin, Dingin Derita untuk Quraisy
Malam sebelum pertempuran, Allah SWT menurunkan hujan—sebuah kejadian yang diabadikan dalam Surah Al-Anfal ayat 11. Namun, yang luar biasa, hujan ini jatuh dengan intensitas berbeda pada dua kubu: di tempat kaum Muslimin, hujan turun rintik lembut dan menenangkan, sementara di kubu musyrikin Quraisy, hujan turun deras, menambah penderitaan dan kegelisahan.
“(Ingatlah) ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit kepadamu untuk membersihkan kamu dengan hujan itu, menghilangkan gangguan setan dari kamu, menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).” (QS. Al-Anfal: 11)
Bagi kaum Muslimin, hujan rintik ini menjadi rahmat besar. Tanah pasir yang tadinya gembur dan licin, berubah menjadi padat dan kokoh. Ini sangat membantu barisan Muslimin untuk berbaris rapi, bergerak mantap, dan tidak mudah tergelincir di medan perang. Selain itu, hujan ini membersihkan debu dan keringat setelah perjalanan jauh, sehingga pasukan Muslimin merasa segar, tenang, dan siap tempur. Suasana menenangkan ini membuat banyak dari mereka terlelap tidur dengan damai, hati mereka tenteram, dan pikiran mereka jernih.
Sebaliknya, di kubu Quraisy, hujan deras menjadi bencana. Tanah mereka berubah menjadi lumpur becek, kemah-kemah mereka basah kuyup, dan malam mereka diliputi rasa dingin dan gelisah. Tidak sedikit dari mereka yang tidak bisa tidur sama sekali. Kedinginan, kekhawatiran, dan kecemasan membuat malam mereka begitu panjang dan penuh kegelisahan. Para pemimpin Quraisy pun merasa mental pasukannya menurun, berbeda sekali dengan suasana penuh keyakinan di tenda-tenda kaum Muslimin.
2. Permulaan Pertempuran: Tantangan Al-Aswad bin Asad
Ketika fajar merekah di hari pertempuran, dari barisan Quraisy muncullah Al-Aswad bin Asad Al-Makhzumi. Ia berdiri dengan angkuh dan membara dendam, lalu bersumpah di hadapan kedua pasukan: “Aku akan meminum air dari sumur Badar, atau aku akan menghancurkannya, atau aku akan mati karenanya!”
Hamzah bin Abdul Muthalib, sang “Singa Allah”, maju menerima tantangan itu. Duel terjadi sengit, dan Hamzah dengan cepat menebas kaki Al-Aswad hingga putus. Namun, Al-Aswad yang keras kepala tetap menyeret dirinya menuju sumur. Hamzah mengejarnya dan akhirnya menamatkan riwayatnya di tepi sumur sebelum sempat meminum air. Kematian Al-Aswad menjadi api yang membakar semangat kedua kubu, sekaligus membuka babak baru dalam pertempuran Badar.
3. Duel Legendaris: 3 Lawan 3 yang Menjadi Titik Balik
Setelah kematian Al-Aswad, tradisi duel satu lawan satu di medan perang Arab pun dimulai. Quraisy mengutus tiga petarung terbaik: Utbah bin Rabi’ah, saudaranya Syaibah bin Rabi’ah, dan putranya Walid bin Utbah. Mereka melangkah penuh kepercayaan diri ke tengah medan dan menantang lawan.
Dari barisan Muslimin, semula tiga pemuda Anshar (Auf dan Mu’awwidz bin Harits, serta Abdullah bin Rawahah) maju. Namun Quraisy menolak, menuntut lawan dari Quraisy sendiri, agar “adil dan setara.” Rasulullah ﷺ memanggil Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib, dan Ubaidah bin Al-Harits—tiga nama besar dari keluarga beliau sendiri.
Duel pun berlangsung dramatis. Hamzah menghadapi Syaibah, Ali menghadapi Walid, dan Ubaidah menghadapi Utbah. Hamzah dengan gagah berani segera menebas Syaibah, Ali menumbangkan Walid dengan satu tebasan cepat, sedangkan Ubaidah sempat terluka parah dalam duel sengit melawan Utbah. Melihat Ubaidah kesulitan, Hamzah dan Ali datang membantu hingga Utbah bin Rabi’ah tewas.
Meski Ubaidah akhirnya gugur karena lukanya, kemenangan duel 3 vs 3 ini menjadi momen psikologis penting: barisan Quraisy mulai ciut, sedangkan semangat Muslimin melonjak. Di sinilah keyakinan bahwa pertolongan Allah nyata—karena yang menang bukanlah jumlah atau kekuatan, tapi iman, keberanian, dan niat tulus.
4. Kisah Bilal dan Umayyah bin Khalaf: Dendam yang Terbalas
Bilal bin Rabah adalah salah satu simbol kebebasan dan ketabahan dalam sejarah Islam. Sebagai budak milik Umayyah bin Khalaf di Makkah, ia pernah disiksa hebat, diseret di atas pasir, ditindih batu, dan dipaksa untuk meninggalkan Islam. Namun Bilal tetap kokoh mengucap “Ahad, Ahad!” (Allah Yang Maha Esa).
Di medan Badar, takdir mempertemukan Bilal dengan Umayyah yang menjadi salah satu pemimpin pasukan Quraisy. Ketika pertempuran mereda, Umayyah dan putranya, Ali bin Umayyah, berhasil ditangkap oleh Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman bermaksud menawan mereka demi tebusan, sebab keduanya adalah orang kaya yang akan memberikan keuntungan besar untuk kaum Muslimin jika dibiarkan hidup.
Namun, Bilal yang mengenali Umayyah segera berseru kepada para sahabat, “Itu Umayyah bin Khalaf! Aku tidak akan selamat jika ia selamat!” Ia mengajak sahabat Anshar untuk menghabisi Umayyah, mengingat betapa kejamnya perlakuan Umayyah di masa lalu. Umayyah yang panik bahkan menjanjikan seluruh hartanya kepada siapa pun yang bersedia menolongnya dan membawanya sebagai tawanan, bukan membunuhnya di tempat.
Abdurrahman bin Auf, yang kala itu membawa Umayyah dan anaknya sebagai tawanan, mencoba melindungi mereka. Namun jumlah sahabat yang ingin membalas dendam atas kezaliman Umayyah semakin banyak, hingga akhirnya Abdurrahman pun tidak mampu mencegahnya. Dalam kekacauan, Bilal dan para sahabat Anshar menyerang, hingga Umayyah dan anaknya tewas di tangan mereka. Bagi Bilal, inilah hari pembebasan dari rantai kezaliman yang selama ini membelenggunya.
5. Tewasnya Abu Jahal: Runtuhnya Simbol Kesombongan
Abu Jahal (Amr bin Hisyam) adalah “Firaun” umat ini—musuh utama Nabi Muhammad ﷺ yang menghalangi dakwah dengan segala cara. Di Badar, ia berjuang sebagai panglima Quraisy, percaya diri akan menghancurkan Islam.
Saat pertempuran berkecamuk, dua pemuda Anshar yang masih remaja, Mu’awwidz bin Afra’ dan Mu’adz bin Amr bin Jamuh, berniat memburu Abu Jahal. Keduanya bertanya kepada sahabat lain, “Mana Abu Jahal? Kami ingin membunuhnya!” Mereka pun menyusup ke tengah pasukan Quraisy, lalu menyerang Abu Jahal bersamaan: Mu’adz berhasil melukai kaki Abu Jahal hingga terjatuh, lalu Mu’awwidz menghantam tubuhnya hingga tewas.
Namun, tubuh Abu Jahal masih memiliki sisa nyawa. Setelah perang usai, Rasulullah ﷺ memerintahkan para sahabat mencari jasad musuh-musuh utama. Abdullah bin Mas’ud menemukannya dalam keadaan sekarat, tak berdaya. Abdullah, yang dulu sering dihina Abu Jahal sebagai budak miskin, kini berdiri di atas musuhnya. Ia pun menebas kepala Abu Jahal, lalu membawanya ke hadapan Rasulullah ﷺ sebagai tanda kemenangan mutlak atas kesombongan Quraisy.
Rasulullah ﷺ menatap jasad Abu Jahal dan bersabda,
"Inikah Firaun umat ini?"
Kemudian beliau bersabda, "Allah telah membenarkan janji-Nya dan telah menolong hamba-Nya serta mengalahkan golongan-golongan itu sendirian." (HR. Bukhari-Muslim)
6. Rasulullah ﷺ dan Pemakaman Abu Jahal
Setelah perang benar-benar usai, Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk menguburkan jasad-jasad para pembesar Quraisy di sebuah sumur di Badar, termasuk jasad Abu Jahal. Rasulullah ﷺ sendiri mendatangi tempat tersebut bersama para sahabat. Di sana, beliau berdiri di tepi sumur dan memanggil satu per satu nama para pemimpin Quraisy yang tewas:
"Wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Utbah bin Rabi’ah, wahai Syaibah bin Rabi’ah, wahai Walid bin Utbah... Apakah kalian telah menemukan benar apa yang dijanjikan Rabb kalian? Karena aku benar-benar telah mendapati apa yang dijanjikan Rabbku."
Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apakah engkau berbicara dengan jasad yang sudah tidak bernyawa?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalian tidak lebih bisa mendengar apa yang aku ucapkan dibanding mereka, tetapi mereka tidak bisa menjawab." (HR. Bukhari dan Muslim)
7. Penutup: Jejak Iman, Keadilan, dan Mukjizat di Badar
Perang Badar adalah manifestasi keajaiban dan keadilan Allah di dunia. Dari hujan lembut dan kantuk penenang untuk Muslimin, duel 3 vs 3 yang membakar semangat, dendam terbalas Bilal pada Umayyah, hingga tumbangnya Abu Jahal, setiap episode adalah pelajaran sejarah dan iman.
Kemenangan Badar bukan karena jumlah, kekuatan, atau strategi semata, tetapi karena pertolongan Allah, keberanian, persatuan, dan tekad menegakkan kebenaran. Inilah warisan spiritual dan inspirasi abadi bagi umat Islam untuk selalu yakin, berusaha, dan bersandar pada pertolongan-Nya di setiap medan kehidupan.