Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Perjalanan Haji Rasulullah
Simak perjalanan lengkap Haji Wada’ Rasulullah: rute, sunnah, khutbah, hingga fakta penting ibadah haji terakhir Nabi Muhammad SAW sebelum wafat.
SIRAH NABAWIYAHJEJAK RASULFIQH
Ibnu Khidhir
6/20/20255 min baca


Pernahkah Anda membayangkan seperti apa perjalanan haji terakhir Nabi Muhammad SAW? Haji yang tidak hanya menjadi puncak ibadah beliau, tetapi juga tonggak sejarah peradaban Islam? Inilah yang dikenal sebagai Haji Wada’—haji perpisahan, satu-satunya haji yang dilakukan Rasulullah setelah hijrah ke Madinah. Perjalanan ini menjadi warisan terbesar bagi umat Islam dalam hal manasik, etika, hingga pesan kemanusiaan universal. Mari menelusuri setiap detailnya: fakta, rute, sunnah, dan peristiwa penting yang abadi sepanjang masa.
1. Fakta Haji Wada’: Haji Satu-Satunya Sepanjang Hidup Rasulullah
Mungkin sebagian dari kita bertanya: Benarkah Rasulullah SAW hanya berhaji satu kali? Ya, itu benar. Walaupun beliau lahir, tumbuh, dan tinggal di Makkah puluhan tahun, selama masa kerasulan di Makkah, Rasulullah SAW belum melaksanakan haji dalam syariat Islam yang sempurna—karena kewajiban haji baru turun pada tahun ke-9 Hijriah setelah umat Islam memiliki kekuasaan penuh atas Makkah.
Rasulullah sendiri baru berhaji pada tahun ke-10 Hijriah, setahun sebelum wafat, itulah yang disebut Haji Wada’. Sementara itu, beliau pernah melaksanakan umrah empat kali—tiga di antaranya setelah hijrah ke Madinah (Umrah Hudaibiyah, Umrah Qadha, dan Umrah dari Ji’ranah), serta satu umrah bersama haji.
Kenapa disebut Haji Wada’?
Karena Rasulullah menyampaikan pesan perpisahan—seakan-akan ini kesempatan terakhir umat bertemu langsung dengan beliau dalam ritual besar Islam. Beliau bersabda:
"Ambillah dariku tata cara manasik kalian."
(HR. Muslim)
2. Persiapan Haji: Dari Madinah ke Makkah
Kapan dan dari mana Rasulullah memulai haji?
Rasulullah memulai perjalanan hajinya dari Madinah pada hari Sabtu, 25 Dzulqa’dah tahun ke-10 Hijriah. Bersama istri, keluarga, para sahabat, dan ribuan jamaah, beliau berangkat dengan penuh semangat dan keharuan. Jumlah jamaah diperkirakan mencapai lebih dari 100.000 orang—menjadi haji massal terbesar di masa itu.
Miqat dan Niat:
Rombongan berhenti di Dzul Hulaifah (Bir Ali), miqat untuk penduduk Madinah. Di sinilah Rasulullah melakukan mandi ihram, mengenakan kain ihram putih, berwudhu, dan berniat dengan mengucapkan:
"Labbaikallahumma hajjan."
(“Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, untuk menunaikan haji.”)
Beliau juga memerintahkan seluruh jamaah agar melafalkan talbiyah dan memperbanyak dzikir sejak berangkat dari miqat.
Catatan penting: Rasulullah menunaikan haji Qiran—yakni menggabungkan haji dan umrah dalam satu ihram, membawa hewan kurban (hadyu) dari Madinah, sebagai bentuk kesempurnaan ibadah.
3. Rute dan Tahapan Perjalanan: Madinah, Makkah, Arafah, Mina, dan Muzdalifah
Bagaimana rute haji Rasulullah?
Dari Madinah ke Makkah: Jarak sekitar 450 km, perjalanan ditempuh selama 8–9 hari dengan berjalan kaki dan naik unta.
Tiba di Makkah: Rasulullah tiba pada hari ke-4 Dzulhijjah. Setibanya, beliau langsung memasuki Masjidil Haram, memulai tawaf qudum (tawaf kedatangan), mencium Hajar Aswad, dan melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah. Karena haji Qiran, sa’i dilakukan bersama umrah.
Mabit di Makkah: Nabi menginap beberapa hari di Makkah sebelum hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah).
Tahapan Manasik Haji Rasulullah:
8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah): Berangkat dari Makkah ke Mina. Di Mina, Nabi shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh (masing-masing pada waktunya), serta bermalam di sana.
9 Dzulhijjah (Hari Arafah): Setelah matahari terbit, Nabi dan jamaah bergerak ke Padang Arafah. Di sinilah puncak haji—wukuf di Arafah—Rasulullah berkhutbah di depan seluruh jamaah, menyampaikan pesan perpisahan yang abadi.
Mabit di Muzdalifah: Setelah maghrib dan isya dijamak di Arafah, Rasulullah bergerak ke Muzdalifah, bermalam dan mengumpulkan batu untuk jumrah.
10 Dzulhijjah (Idul Adha): Nabi menuju Mina, melontar jumrah aqabah (jumrah besar), menyembelih hewan kurban, lalu bercukur (tahallul awal). Setelah itu, beliau kembali ke Makkah untuk melakukan tawaf ifadhah (tawaf haji).
Hari-hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah): Bermalam di Mina, melontar tiga jumrah setiap hari, berdzikir, berdoa, dan melakukan ziarah wada’ (perpisahan) ke Ka’bah sebelum kembali ke Madinah.
4. Sunnah-Sunnah dan Tata Cara Haji Rasulullah
Apa saja sunnah dan keunikan manasik Nabi?
Talbiyah dan Dzikir: Sepanjang perjalanan, Nabi melantunkan talbiyah dengan suara keras:
"Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik…"
Seruan ini diikuti oleh seluruh jamaah hingga menggema di padang pasir.Doa dan Zikir: Rasulullah banyak berdoa sepanjang perjalanan, mengajarkan doa khusus di setiap tahapan (miqat, saat tawaf, sa’i, di Arafah, Muzdalifah, Mina).
Tata Cara Thawaf dan Sa’i: Nabi mengajarkan thawaf dimulai dari Hajar Aswad, berjalan cepat (raml) pada tiga putaran pertama, lalu berjalan biasa. Sa’i dimulai dari Shafa ke Marwah tujuh kali, dengan memperbanyak doa di setiap bukit.
Khutbah Perpisahan: Di Arafah, Nabi menyampaikan khutbah monumental: tentang hak asasi manusia, persaudaraan Islam, larangan riba, pentingnya menghormati wanita, dan menjaga darah serta harta setiap Muslim.
Kurban dan Tahallul: Nabi sendiri yang menyembelih hewan kurban, lalu bercukur, menunjukkan kesederhanaan dan keikhlasan.
Catatan: Semua praktik dan sunnah ini dicontohkan langsung, sehingga umat Islam punya rujukan abadi dalam tata cara berhaji.
5. Peristiwa Penting Sepanjang Haji Wada’
Haji Wada’ bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan sarat peristiwa bersejarah dan spiritual:
a. Khutbah Arafah: Deklarasi Hak Asasi dan Kesetaraan
Di Padang Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah, Rasulullah berdiri di atas unta Qashwa’, dikelilingi lautan manusia. Beliau menyampaikan khutbah perpisahan (Khutbah Wada’), menegaskan:
Kesucian darah, harta, dan kehormatan: “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian suci, seperti sucinya hari ini, di bulan ini, di negeri ini.”
Hapus riba: “Segala riba jahiliyah telah aku hapuskan, dan riba yang pertama aku hapuskan adalah riba paman saya, Abbas bin Abdul Muthalib.”
Persamaan manusia: “Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas non-Arab, atau non-Arab atas Arab, kecuali taqwa.”
Pesan keluarga dan wanita: “Perlakukan wanita dengan baik, karena mereka adalah amanah Allah di tangan kalian.”
Penyempurnaan agama: Pada hari itu juga turun ayat Al-Ma'idah: 3,
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam menjadi agamamu."
b. Sunnah dan Tata Tertib yang Diajarkan
Setiap detail haji, dari ihram, miqat, wukuf, mabit, hingga pelontaran jumrah dan tawaf, diajarkan dengan praktik langsung. Nabi menekankan pentingnya niat, urutan manasik, dan larangan membuat-buat ritual baru. Beliau bersabda,
"Ambillah manasik (tata cara ibadah) haji dari aku."
Inilah standar baku haji bagi seluruh umat Islam.
c. Penghormatan pada Wanita, Budaya, dan Hak Minoritas
Nabi secara tegas menyampaikan perlakuan hormat terhadap wanita, larangan penindasan, dan pentingnya menjaga keutuhan masyarakat. Dalam khutbahnya, beliau menolak segala bentuk diskriminasi suku, warna kulit, dan nasab.
d. Pesan Persatuan Umat
Rasulullah menutup khutbah dengan seruan persatuan:
"Jangan kembali kafir sepeninggalku dengan saling bunuh-membunuh."
Pesan damai ini menjadi pedoman abadi bagi umat Islam hingga hari ini.
e. Turunnya Wahyu Terakhir
Pada hari Arafah, turun wahyu terakhir yang menandai penyempurnaan agama Islam. Banyak sahabat menangis haru, karena merasa misi Nabi hampir selesai, dan waktu perpisahan semakin dekat.
6. Hikmah dan Jejak Abadi Haji Rasulullah
Apa makna besar dari Haji Wada’?
Standarisasi Ibadah Haji: Tata cara haji baku hingga kini adalah yang diajarkan Rasulullah di perjalanan ini.
Persatuan Umat: Ribuan sahabat dari berbagai suku dan bangsa berkumpul dalam satu ibadah, menjadi cikal-bakal ukhuwah Islamiyah global.
Universalitas Islam: Pesan-pesan dalam khutbah Wada’ menegaskan nilai universal—keadilan, persaudaraan, antirasisme, dan perlindungan hak-hak perempuan serta minoritas.
Pengingat akan Akhir Hayat Nabi: Setelah kembali ke Madinah, hanya tiga bulan kemudian Rasulullah wafat. Sehingga, haji Wada’ benar-benar menjadi “warisan terakhir” yang monumental.
7. Warisan Abadi Perjalanan Haji Nabi
Perjalanan haji Rasulullah bukan sekadar sejarah, tetapi fondasi manasik dan etika sosial umat Islam. Setiap rukun, sunnah, hingga pesan kemanusiaan dari Haji Wada’ adalah pedoman abadi. Siapapun yang ingin berhaji, jadikanlah perjalanan ini sebagai inspirasi utama: dari keikhlasan niat, ketepatan manasik, hingga kepedulian kepada sesama.
Haji Wada’ adalah bukti bahwa Islam bukan hanya ritual, tapi peradaban—yang menghargai persamaan, keadilan, dan kasih sayang. Mari ambil pelajaran, jaga warisan, dan sebarkan nilai-nilai luhur yang Rasulullah tanamkan sepanjang perjalanan haji terakhirnya.