Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Sejarah Awal Perintah Shalat Dalam Islam
Sejarah awal shalat dalam Islam: dari perintah pertama yang diajarkan Jibril kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam hingga penetapan lima waktu shalat dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.
SIRAH NABAWIYAHJEJAK RASULFIQHBLOGSEJARAH ISLAM
Ibnu Khidhir
6/26/20253 min baca


Shalat sebagai Hadiah Ilahi
Shalat merupakan rukun Islam kedua dan salah satu bentuk ibadah paling agung dalam Islam. Namun, kapan dan bagaimana shalat pertama kali diwajibkan? Dalam berbagai riwayat klasik, disebutkan bahwa shalat telah diperkenalkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam bahkan sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj yang kemudian menyempurnakannya menjadi lima waktu. Shalat menjadi sumber kekuatan spiritual dan pondasi utama dalam dakwah kenabian.
Permulaan Kewajiban Shalat
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Shalih bin Kaisan, dari Urwah bin Zubair, dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha:
"Kali pertama, shalat diwajibkan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah dua rakaat setiap kali shalat. Kemudian Allah menyempurnakannya dengan menjadikan shalat itu empat rakaat bagi orang muqim dan dua rakaat seperti sejak awalnya bagi seorang musafir."
Awal kewajiban shalat ini terjadi di Makkah, sebelum perintah formal lima waktu. Ini menunjukkan adanya tahapan dalam pensyariatan ibadah, agar umat Islam bisa menyesuaikan secara bertahap dengan bentuk ibadah baru ini.
Malaikat Jibril Mengajarkan Wudhu dan Shalat
Diriwayatkan dalam Sirah Ibnu Ishaq, Malaikat Jibril turun kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di sebuah gunung di sekitar Makkah. Ia mengisyaratkan tumitnya ke tanah dan memancarlah mata air. Jibril pun berwudhu, dan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memperhatikannya. Setelah itu, Jibril shalat, dan Nabi menirukannya.
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam kembali ke rumah dan mengajarkan wudhu dan shalat kepada Khadijah Radhiyallahu 'Anha. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang pertama yang shalat bersama Nabi, menunjukkan bahwa ibadah ini telah menjadi amalan utama bahkan sejak awal dakwah kenabian.
Penunjukan Waktu-Waktu Shalat oleh Malaikat Jibril
Riwayat dari Nafi' bin Jubair bin Muth'im, dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhu, menjelaskan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatur waktu-waktu shalat melalui perantaraan Malaikat Jibril. Peristiwa ini menjadi fondasi dalam memahami rentang waktu pelaksanaan setiap shalat fardhu.
Malaikat Jibril datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam selama dua hari berturut-turut, dan pada setiap hari, Jibril mengimami Rasulullah pada waktu-waktu tertentu:
Hari Pertama:
Zhuhur – Saat matahari mulai condong ke barat.
Ashar – Saat bayangan benda sama panjang dengan bendanya.
Maghrib – Setelah matahari terbenam.
Isya' – Saat hilangnya sinar merah di langit.
Shubuh – Saat fajar menyingsing.
Hari Kedua:
Zhuhur – Saat bayangan sama dengan panjang benda.
Ashar – Saat bayangan dua kali panjangnya.
Maghrib – Sama seperti hari sebelumnya.
Isya' – Setelah sepertiga malam.
Shubuh – Saat mulai terang sebelum terbit matahari.
Jibril berkata, "Wahai Muhammad, waktu shalat adalah antara dua waktu ini." (HR. Ahmad dan An-Nasa’i, dishahihkan oleh Al-Albani)
Para ulama seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa maksud dari "antara dua waktu" adalah batasan awal dan akhir waktu shalat, yang darinya umat Islam memahami fleksibilitas pelaksanaan shalat dalam rentang waktu tertentu yang telah ditentukan. Tafsir At-Thabari juga menyatakan bahwa peragaan ini merupakan syariat yang diajarkan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebelum Isra’ Mi’raj, dan menjadi pelengkap terhadap kewajiban formal yang ditetapkan dalam peristiwa Mi’raj.
Penetapan Lima Waktu Shalat dalam Isra’ Mi’raj
Puncak dari perintah shalat terjadi pada peristiwa Isra’ Mi’raj. Dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan:
"Dari awalnya lima puluh shalat, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam terus memohon keringanan kepada Allah hingga dijadikan lima waktu dengan pahala lima puluh." (HR. Bukhari dan Muslim)
Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada tahun ke-10 kenabian, saat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sedang mengalami masa sulit setelah wafatnya Khadijah dan Abu Thalib. Dalam momen agung ini, Nabi diangkat ke langit dan langsung menerima perintah shalat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala di Sidratul Muntaha. Ini menjadi momen penguatan spiritual bagi Rasulullah dan umatnya.
Dengan demikian, perintah lima waktu shalat sebagai kewajiban formal terhadap umat Islam terjadi pada malam Isra’ Mi’raj, dan inilah puncak pensyariatan yang sebelumnya telah dimulai sejak awal kenabian dengan dua rakaat dan pengajaran dari Jibril.
Shalat adalah ibadah yang diturunkan secara bertahap, dimulai dari dua rakaat pada masa awal kenabian hingga menjadi lima waktu setelah Isra’ Mi’raj. Ia bukan hanya amalan ritual, tapi merupakan fondasi dakwah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Bahkan dalam kondisi terberat sekalipun, shalat menjadi sumber ketenangan dan kekuatan spiritual.