Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...

Sejarah Perintah Haji: Jejak Ka’bah, Nabi Ibrahim, dan Syariat Nabi Muhammad SAW

Sebagian ulama mengatakan, fondasi Ka’bah telah ada sejak zaman Nabi Adam AS. Ada pula riwayat yang menyebut, para malaikat membangun Ka’bah sebagai “Baitullah” untuk bertawaf dan berzikir kepada Allah.

BLOGARTIKELSEJARAH

Ibnu Khidhir

6/9/20254 min baca

Ibadah haji merupakan puncak perjalanan spiritual umat Islam dan menjadi rukun kelima yang wajib bagi setiap Muslim yang mampu. Namun, sejarah perintah haji ternyata membentang sangat panjang, menelusuri masa-masa awal manusia, hancurnya Ka’bah karena banjir besar di zaman Nabi Nuh, hingga dibangunnya kembali oleh Nabi Ibrahim dan Ismail atas perintah Allah. Ritual ini akhirnya disempurnakan oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai penutup risalah para nabi. Inilah kisah penuh hikmah tentang perintah haji yang masih menggema hingga hari ini.

1. Ka’bah: Rumah Suci yang Pertama di Muka Bumi

Ka’bah adalah titik sentral dari ibadah haji. Dalam banyak riwayat, para ulama tafsir menyebut Ka’bah merupakan “rumah pertama” yang dijadikan tempat ibadah bagi umat manusia. Sebagian ulama mengatakan, fondasi Ka’bah telah ada sejak zaman Nabi Adam AS. Ada pula riwayat yang menyebut, para malaikat membangun Ka’bah sebagai “Baitullah” untuk bertawaf dan berzikir kepada Allah.

Namun, seiring perjalanan zaman dan generasi, manusia mulai berpaling dari tauhid, sehingga Ka’bah menjadi terlupakan. Masa-masa setelah Nabi Adam dan Syits, lalu generasi Nabi Nuh, umat manusia semakin jauh dari ajaran yang lurus. Pada akhirnya, Allah mengirim banjir bandang yang sangat dahsyat sebagai hukuman kepada kaum Nabi Nuh yang ingkar.

Menurut sejumlah riwayat ahli sejarah dan tafsir, banjir besar pada masa Nabi Nuh menyebabkan Ka’bah hancur dan hanya tersisa pondasinya yang tertanam di bumi. Lokasi dan jejak aslinya tetap suci, tetapi bangunan fisiknya hilang dari pandangan manusia hingga masa berikutnya.

2. Banjir Nabi Nuh dan Hilangnya Ka’bah dari Pandangan Manusia

Banjir besar pada masa Nabi Nuh menjadi peristiwa besar yang mengubah wajah bumi. Seluruh umat manusia—kecuali yang ikut bahtera Nuh—binasa. Ka’bah pun ikut tertutup lumpur, reruntuhan, dan bekas banjir bandang, sehingga hilang dari ingatan banyak generasi berikutnya. Hanya para nabi yang mengetahui bahwa tempat suci itu akan kembali dibangkitkan di masa depan.

Sejak saat itu, Ka’bah tidak lagi dijadikan pusat ibadah hingga berabad-abad kemudian. Tanah Makkah yang mulanya diberkahi menjadi lembah tandus dan hampir tak berpenghuni, menunggu kebangkitan ajaran tauhid yang dijanjikan Allah lewat seorang nabi terpilih.

3. Nabi Ibrahim, Hajar, dan Ismail: Awal Mula Kembalinya Perintah Haji

Berabad-abad setelah masa Nuh, Allah memilih Nabi Ibrahim AS sebagai hamba yang membawa risalah tauhid dan memperbaharui janji Allah kepada umat manusia. Nabi Ibrahim menjalani ujian berat dalam kehidupannya, termasuk ketika Allah memerintahkannya untuk membawa istrinya, Hajar, dan anaknya, Ismail, ke tanah Makkah yang gersang.

Di tempat inilah, Allah menunjukkan keajaiban-Nya melalui sumur Zamzam, yang memancar setelah Hajar berlari antara bukit Shafa dan Marwah demi mencari air. Kisah perjuangan Hajar dan Ismail ini kelak diabadikan sebagai bagian ritual utama dalam ibadah haji, yaitu sa’i.

Setelah Ismail tumbuh dewasa, Allah memerintahkan Ibrahim membangun kembali Ka’bah di atas fondasi lama. Al-Qur’an merekam momen sakral ini dalam surat Al-Baqarah ayat 127:

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami)."

Ibrahim dan Ismail membangun Ka’bah dengan penuh ketulusan, hingga batu demi batu tersusun. Ibrahim meletakkan Hajar Aswad di sudut Ka’bah, sebagai simbol awal dan akhir tawaf.

4. Seruan Haji dari Nabi Ibrahim: Percakapan dengan Allah dan Doa yang Abadi

Setelah Ka’bah selesai dibangun, Allah SWT memberikan perintah penting kepada Nabi Ibrahim: serukan kepada seluruh manusia untuk datang berhaji ke Baitullah. Di sinilah terjadi sebuah dialog agung antara Ibrahim dan Allah, sebagaimana diriwayatkan dalam tafsir dan sejarah Islam.

Ibrahim berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku bisa menyeru manusia? Suaraku tidak akan sampai ke seluruh penjuru dunia.”
Allah SWT berfirman, “Serulah! Tugasmu hanya menyeru, biarkan Aku yang menyampaikan kepada manusia.”
Maka Ibrahim naik ke atas
Jabal Abu Qubais, sebuah bukit di timur Masjidil Haram. Dari puncak bukit itulah, Ibrahim berseru keras, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah kalian!”

Atas izin Allah, seruan Ibrahim menembus batas ruang dan waktu. Seluruh ruh manusia yang telah, sedang, dan akan hidup pun mendengarnya, meski hanya di alam ruh. Inilah sebabnya, orang yang menunaikan haji diyakini sejatinya menjawab panggilan Nabi Ibrahim ribuan tahun lalu.

Al-Qur’an mengabadikan peristiwa ini dalam surah Al-Hajj ayat 27:

"Dan serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus…"

Sejak itu, ritual haji pun mulai dikenal dan diamalkan oleh pengikut Ibrahim dan Ismail, meskipun dengan skala kecil dan terbatas.

5. Tradisi Haji Setelah Nabi Ibrahim dan Penyimpangan Kaum Quraisy

Selama beberapa generasi, keturunan Ismail dan kabilah-kabilah Arab tetap mengingat Ka’bah sebagai rumah ibadah suci. Ritual-ritual dasar seperti thawaf, sa’i, dan kurban tetap dilakukan, meski tak lagi seagung di masa Ibrahim. Seiring waktu, ajaran tauhid mulai memudar, dan penyimpangan pun terjadi.

Bangsa Arab lalu memasukkan unsur-unsur paganisme dalam ibadah haji. Berhala didirikan di sekitar Ka’bah, doa-doa tauhid digantikan mantra syirik, dan ritual haji berubah menjadi festival tahunan dengan berbagai takhayul dan tradisi jahiliyah. Sebagian orang melakukan thawaf dalam keadaan telanjang, waktu dan rukun haji diubah sesuka hati, serta tujuan ibadah digantikan oleh kepentingan duniawi.

Penyimpangan inilah yang berlangsung berabad-abad hingga akhirnya lahir seorang nabi terakhir dari keturunan Ismail, yaitu Muhammad ﷺ, untuk memurnikan kembali ajaran haji sesuai perintah Allah.

6. Penyempurnaan Syariat Haji di Era Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad ﷺadalah penutup para nabi sekaligus pembaharu syariat Ibrahim yang telah lama tercampur dengan tradisi jahiliyah. Setelah masa-masa sulit berdakwah di Makkah dan Madinah, serta Fathul Makkah yang monumental, Rasulullah memurnikan Ka’bah dari segala berhala, menghapus tradisi syirik, dan mengembalikan semua ritual haji pada hakikat tauhid.

Pada tahun ke-10 Hijriah, Rasulullah ﷺ menunaikan Haji Wada’ (Haji Perpisahan) bersama lebih dari seratus ribu sahabat. Di haji inilah seluruh tata cara manasik diajarkan secara rinci: ihram dari miqat, thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah, menyembelih kurban, dan tahallul.

Rasulullah ﷺ juga menghapus seluruh bentuk penyimpangan jahiliyah: tidak ada lagi thawaf telanjang, tidak ada berhala di sekitar Ka’bah, dan doa-doa tauhid dikembalikan sebagai inti seluruh rangkaian haji. Nabi bersabda:

“Ambillah dariku tata cara manasik kalian, karena aku tidak tahu apakah aku bisa berhaji lagi setelah tahun ini.” (HR. Muslim)

Sejak itu, syariat haji yang murni menjadi ajaran Islam yang wajib dilaksanakan bagi yang mampu, dan berlangsung hingga hari kiamat.

Semoga kisah panjang sejarah perintah haji ini menambah pemahaman Anda tentang kemuliaan ibadah haji. Baca juga artikel sejarah dan inspirasi Islam lainnya hanya di website ini!