Jangan lewatkan paket umrah promo spesial bulan oktober tahun 2025...
Kisah Abu Lahab dan Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Simak kisah meriah dan penuh makna sambutan Abu Lahab atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, lengkap dengan riwayat klasik, konteks sosial, dan refleksi sejarah.
BLOGSIRAH NABAWIYAHJEJAK RASUL
Ibnu Khidhir
7/22/20254 min baca


Pernahkah Anda membayangkan bahwa di balik kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW, ada satu tokoh yang begitu antusias dan penuh suka cita—yakni Abu Lahab, yang kelak dikenal sebagai musuh besar dakwah Islam? Inilah kisah unik dan sering luput dari perhatian: sambutan meriah Abu Lahab atas lahirnya keponakan tercinta, yang penuh makna di tengah tradisi Arab dan menjadi refleksi penting dalam sejarah sirah nabawiyah.
1. Kelahiran Nabi Muhammad SAW: Harapan di Tahun Gajah
Muhammad bin Abdullah lahir di Makkah, tepatnya pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah (sekitar tahun 570 M). Tahun ini begitu terkenal di kalangan Arab, sebab bertepatan dengan peristiwa penyerangan Ka’bah oleh pasukan Abrahah dan gajah-gajah besar dari Yaman. Dalam Sirah Ibnu Ishaq dan Sirah Ibnu Hisyam diceritakan, masyarakat Makkah hidup dalam situasi yang penuh harap sekaligus cemas. Bani Hasyim, keluarga terhormat Quraisy, menantikan kelahiran Muhammad—anak yatim dari Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab.
Kelahiran Muhammad membawa kegembiraan besar, khususnya di tengah keluarga Abdul Muthalib. Ia adalah cucu yang sangat dinantikan untuk meneruskan keturunan, apalagi sang ayah wafat sebelum Nabi lahir. Kegembiraan ini bukan hanya dirasakan keluarga, melainkan seluruh Bani Hasyim, termasuk sang paman—Abu Lahab.
2. Abu Lahab: Tokoh Sentral dan Paman yang Berpengaruh
Abu Lahab—nama aslinya Abdul Uzza bin Abdul Muthalib—adalah paman Nabi, saudara kandung ayah beliau. Dalam masyarakat Quraisy, Abu Lahab dikenal sebagai tokoh berpengaruh, hartawan, dan sering tampil dalam berbagai hajatan keluarga. Ia memiliki reputasi sosial yang tinggi di Makkah, apalagi sebagai paman dari bayi laki-laki yang baru lahir dari garis keturunan Abdul Muthalib.
Menurut Al-Rahiq Al-Makhtum dan Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir, Abu Lahab sangat menyambut gembira kelahiran keponakan barunya. Bahkan, ia menjadi tokoh utama yang merayakan peristiwa bahagia itu secara meriah, sebagaimana lazimnya tradisi Arab. Peran Abu Lahab di awal kehidupan Nabi sungguh kontras dengan sikap permusuhannya di masa dakwah kenabian, namun justru di sinilah pelajaran sejarah yang menarik.
3. Barakah (Ummu Aiman) dan Kabar Kelahiran yang Membahagiakan
Kabar kelahiran Muhammad SAW pertama kali dibawa oleh Barakah (Ummu Aiman), budak perempuan keluarga Abdul Muthalib yang setia menemani Aminah saat melahirkan. Dalam beberapa riwayat Sirah Ibnu Ishaq dan Thabaqat Ibnu Sa’d, disebutkan bahwa Barakah-lah yang mengabarkan kepada Abu Lahab tentang lahirnya anak laki-laki dari Abdullah. Mendengar kabar gembira ini, Abu Lahab segera menyebarkan berita ke seantero keluarga dan masyarakat Makkah.
Keberanian dan kecepatan Abu Lahab menyambut berita ini merupakan hal yang istimewa di tengah tradisi Arab, di mana kelahiran anak laki-laki dianggap sebagai anugerah besar dan sumber kebanggaan keluarga. Ia bahkan merayakan kelahiran ini dengan memberikan hadiah istimewa kepada Barakah, yaitu memerdekakan dirinya dari status budak sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan suka cita. Dalam riwayat Sahih Bukhari (No. 5101), Ummu Aiman berkata:
“Ketika aku memberi kabar kepada Abu Lahab tentang kelahiran Muhammad, ia sangat gembira dan langsung memerdekakan aku.”
Inilah momen di mana kegembiraan, tradisi, dan hubungan kekeluargaan menyatu dalam peristiwa sakral yang kelak memberi warna dalam sejarah sirah nabawiyah.
4. Tradisi Sambutan Kelahiran
Sambutan meriah atas kelahiran Nabi bukan hanya dilakukan oleh keluarga, tetapi juga menjadi peristiwa sosial masyarakat Quraisy. Dalam tradisi Arab, kelahiran anak laki-laki adalah berkah yang wajib disyukuri. Abdul Muthalib pun segera membawa Muhammad kecil ke Ka’bah, memberi nama Muhammad, dan menyembelih unta sebagai aqiqah (riwayat Ibnu Ishaq dan Ibnu Katsir).
Abu Lahab, sebagai paman terdekat dan dermawan, tidak segan menampilkan rasa bangganya di hadapan keluarga besar. Pemberian hadiah dan pembebasan budak di hari kelahiran Muhammad menjadi simbol rasa syukur dan keyakinan akan masa depan cerah keluarga mereka. Tradisi ini memperlihatkan betapa pentingnya solidaritas dan penghormatan terhadap kelahiran di masyarakat Arab, serta menjadi pondasi karakter kolektif yang mendukung perkembangan anak-anak dalam lingkungan penuh cinta dan penghargaan.
5. Dosa dan Balasan di Akhirat
Menariknya, sambutan meriah Abu Lahab atas kelahiran Nabi Muhammad SAW ternyata menjadi riwayat penting dalam tradisi keislaman. Dalam Sahih Bukhari dan Musnad Ahmad, diriwayatkan bahwa ketika Abu Lahab meninggal dunia dalam keadaan kafir dan memusuhi Nabi, ia mengalami siksa kubur yang berat. Namun, setiap hari Senin (hari kelahiran Nabi), siksaan itu sedikit diringankan karena kegembiraan dan pembebasan budak yang ia lakukan pada hari tersebut.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengutip riwayat dari Tsuwaibah (budak wanita yang juga pernah menyusui Nabi), bahwa Abu Lahab mendapati air keluar dari sela-sela jarinya untuk mengurangi panas siksa kubur setiap hari Senin sebagai balasan atas kegembiraannya pada hari kelahiran Nabi Muhammad.
Riwayat ini banyak dijadikan pelajaran oleh para ulama tentang besarnya balasan kebaikan, bahkan untuk orang yang kelak menjadi musuh Islam sekalipun. Allah Maha Adil, sekecil apa pun kebaikan tetap mendapat balasan, walaupun pelakunya tidak dalam keadaan beriman.
6. Abu Lahab: Dari Paman Tercinta Menjadi Musuh Dakwah
Kisah sambutan Abu Lahab atas kelahiran Nabi menjadi semakin dramatis ketika kita melihat perjalanan hidupnya. Di masa kecil Nabi, Abu Lahab dikenal sangat peduli, bahkan rela membela keluarga Bani Hasyim dalam berbagai urusan. Namun, ketika Muhammad SAW diangkat menjadi nabi dan mulai berdakwah mengajak tauhid, Abu Lahab berubah menjadi musuh terkeras.
Dalam Sirah Ibnu Hisyam dan Al-Bidayah wan Nihayah, diceritakan bahwa Abu Lahab bersama istrinya, Ummu Jamil, menjadi penentang utama dakwah Nabi. Mereka mencaci, menghasut, dan bahkan menimbulkan fitnah besar di tengah masyarakat. Meski begitu, peristiwa sambutan kelahiran Nabi tetap tercatat sebagai bukti kasih sayang dan hubungan keluarga yang pernah erat sebelum terbelah oleh keyakinan dan prinsip hidup.
7. Kisah yang Sarat Makna
Kisah sambutan Abu Lahab atas kelahiran Nabi Muhammad SAW menyimpan banyak pelajaran. Ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat Arab kuno, nilai keluarga, tradisi sosial, dan ekspresi kegembiraan atas kelahiran anak laki-laki sangat dijunjung tinggi. Namun, sejarah juga mengajarkan bahwa kebanggaan dan tradisi keluarga saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan keimanan dan penerimaan terhadap kebenaran.
Kasih sayang dan kebaikan yang pernah dilakukan Abu Lahab tetap mendapat balasan, meski ia akhirnya menjadi penentang keras. Ini menjadi peringatan bagi siapa pun: jangan pernah remehkan kebaikan sekecil apa pun, dan jangan biarkan ego serta kepentingan duniawi menutup hati dari cahaya hidayah.
Jejak sejarah sambutan Abu Lahab atas kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah kisah kontras—antara suka cita awal dan permusuhan di akhir, antara kemuliaan tradisi dan ujian keimanan. Melalui riwayat klasik yang terpercaya, kita belajar bahwa hidup adalah rangkaian peristiwa tak terduga: kasih sayang, perubahan, dan akhirnya balasan dari Allah yang tak pernah salah menilai niat dan amal manusia.
Kisah ini menjadi inspirasi: mari syukuri setiap anugerah, rawat silaturahmi, dan jadikan nilai kebaikan sebagai warisan abadi—sebagaimana Abu Lahab pernah memuliakan kelahiran keponakannya, Muhammad SAW, Sang Penutup Para Nabi.
Referensi Utama:
Sirah Ibnu Ishaq
Sirah Ibnu Hisyam
Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir
Al-Rahiq Al-Makhtum Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri
Sahih Bukhari (No. 5101)
Musnad Ahmad
Fathul Bari Ibnu Hajar