Manasik Berbasis Sejarah (Bagian 1): Kisah di Balik Sunnah I’tibā dan Ramal dalam Tawaf
Pelajari kisah sejarah di balik sunnah I’tibā’ (membuka bahu kanan) dan Ramal (berjalan cepat) dalam tawaf. Bukan sekadar gerakan, tetapi simbol kekuatan, keteguhan, dan strategi Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam dalam menepis fitnah Quraisy saat Umrah Qadha.
SEJARAH ISLAMBLOGARTIKELSIRAH NABAWIYAHJEJAK RASULFIQHMANASIK
Ibnu Khidhir
10/18/20254 min baca


Setiap langkah dalam ibadah haji dan umrah bukan sekadar ritual tanpa makna. Di balik setiap gerakan, setiap doa, dan setiap lintasan langkah mengelilingi Ka’bah, terdapat kisah panjang yang berakar pada sejarah para nabi dan warisan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam. Sayangnya, banyak jamaah yang melaksanakan tawaf tanpa memahami makna sejarah di baliknya—padahal di situlah letak kedalaman spiritual manasik.
Melalui seri “Manasik Berbasis Sejarah”, kita akan menelusuri makna, kisah, dan hikmah di balik setiap rukun dan sunnah dalam ibadah haji serta umrah. Dan bagian pertama ini akan mengajak Anda menyelami sejarah di balik sunnah dalam tawaf—ibadah yang menjadi simbol penghambaan paling indah di hadapan Allah di Baitullah.
Latar Sejarah: Umrah yang Tertunda
Pada tahun keenam Hijriah, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersama sekitar 1.400 sahabat berangkat menuju Makkah dengan niat menunaikan umrah. Namun, perjalanan suci itu tidak berjalan sebagaimana harapan. Kaum Quraisy menolak kedatangan mereka dan menghadang di sebuah tempat bernama Hudaibiyah.
Di sanalah kemudian terjadi peristiwa penting dalam sejarah Islam: Perjanjian Hudaibiyah.
Perjanjian ini menetapkan bahwa kaum Muslimin tidak boleh memasuki Makkah pada tahun itu, tetapi diperbolehkan datang kembali pada tahun berikutnya untuk menunaikan umrah selama tiga hari. Meski perjanjian itu tampak berat, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam menerimanya dengan penuh kebijaksanaan, melihat manfaat jangka panjang bagi dakwah Islam.
Setahun kemudian, tepat pada bulan Dzulqa’dah tahun ketujuh Hijriah, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menunaikan Umrah Qadha, yaitu umrah pengganti dari umrah yang tertunda. Namun, kaum Quraisy masih menyimpan rasa angkuh. Mereka ingin memastikan bahwa kaum Muslimin tidak memiliki kekuatan seperti yang dikabarkan.
Fitnah Kaum Quraisy dan Strategi Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam
Saat mendengar kabar bahwa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam akan memasuki Makkah, kaum Quraisy menyebarkan isu bahwa para sahabat telah menjadi lemah karena lama tinggal di Madinah yang udaranya tidak cocok bagi mereka. “Muhammad dan pengikutnya telah menjadi lemah dan kurus,” begitu kata mereka di antara sesama.
Isu ini bukan sekadar ejekan. Tujuannya adalah untuk menjatuhkan martabat kaum Muslimin di mata penduduk Makkah, agar terlihat bahwa agama Islam tidak membawa kekuatan dan kemuliaan. Namun, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam mengetahui fitnah itu, dan beliau tidak membiarkannya begitu saja.
Maka beliau memerintahkan para sahabat untuk menunjukkan kekuatan dan semangat mereka dalam pelaksanaan tawaf. Di sinilah lahir dua sunnah yang hingga kini masih diamalkan oleh setiap jamaah laki-laki ketika melakukan tawaf: I’tibā’ dan Ramal.
Makna I’tibā’: Simbol Kesiapan dan Keberanian
I’tibā’ dilakukan dengan cara membuka bahu kanan, yakni meletakkan pertengahan kain ihram di bawah ketiak kanan dan menutup bahu kiri. Gerakan sederhana ini ternyata memiliki makna historis yang luar biasa.
Ketika Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk melakukan I’tibā’, beliau ingin menampilkan citra kekuatan dan kesiapan mereka di hadapan musuh. Bahu kanan terbuka menjadi simbol ketegasan dan keberanian, sebagaimana seorang prajurit yang siap berperang di jalan Allah.
Bayangkan pemandangan itu: ratusan sahabat bertawaf di sekitar Ka’bah, bahu kanan terbuka, dada tegak, wajah bersinar penuh keimanan. Suara takbir menggema di tengah suasana yang masih dipenuhi pandangan sinis kaum Quraisy. Tapi pada saat itu, Islam menunjukkan izzah (kemuliaan)-nya.
Dalam pandangan spiritual, I’tibā’ juga mengandung makna penyerahan total dan kesiapan berjihad di jalan Allah. Seorang Muslim membuka bahu kanannya bukan sekadar mengikuti aturan, tetapi sebagai pernyataan bahwa dirinya siap menanggung amanah keislaman dengan penuh keberanian.
Makna Ramal: Semangat dan Vitalitas Iman
Sunnah kedua dalam tawaf ini adalah Ramal, yaitu berjalan cepat dengan langkah pendek dan tegap pada tiga putaran pertama. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam memerintahkan hal ini agar kaum Quraisy melihat bahwa kaum Muslimin sehat dan kuat, bukan seperti yang mereka tuduhkan.
Ramal bukan hanya tentang kecepatan langkah, melainkan tentang menunjukkan semangat ruhani dan kekuatan iman. Dalam setiap langkah cepat itu, tersirat pesan bahwa Islam tidak pernah tunduk pada hinaan. Umat Islam bukan kelompok yang lemah, tetapi pejuang yang hidup dengan prinsip dan keberanian.
Sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam dan para sahabat melakukan Ramal di tiga putaran pertama, kemudian berjalan biasa pada empat putaran berikutnya. Tradisi ini terus diwariskan hingga hari ini sebagai sunnah muakkadah dalam tawaf bagi laki-laki.
Bagi jamaah masa kini, Ramal mengajarkan bahwa tawaf bukanlah gerakan tanpa jiwa. Ia adalah perjalanan hati yang mengelilingi pusat tauhid, tempat seluruh energi iman berputar mengelilingi cinta kepada Allah. Ketika seseorang ber-Ramal, ia seakan menegaskan bahwa dirinya bukan hanya beribadah dengan tubuh, tetapi juga dengan semangat dan kekuatan hati.
Simbol Kemenangan dan Identitas Kaum Muslimin
Peristiwa Umrah Qadha menjadi titik balik yang sangat penting dalam sejarah Islam. Dengan I’tibā’ dan Ramal, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa ibadah dapat menjadi strategi dakwah dan simbol kekuatan. Islam tidak mengajarkan kelemahan, tetapi keanggunan dalam kekuatan dan keteguhan dalam iman.
Ketika kaum Quraisy melihat kaum Muslimin bertawaf dengan penuh semangat, mereka terdiam. Tidak ada lagi ejekan, tidak ada lagi rasa sombong. Sebaliknya, mereka menyaksikan betapa kokohnya umat yang dipimpin oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam.
Sejarah mencatat, hanya dua tahun setelah Umrah Qadha, Makkah akhirnya ditaklukkan — tanpa peperangan besar — dalam peristiwa Fath Makkah.
Dari sinilah I’tibā’ dan Ramal tidak hanya menjadi sunnah ibadah, tetapi juga simbol kemenangan iman atas fitnah. Setiap kali seorang Muslim melakukannya dalam tawaf, ia sejatinya sedang meneladani momen keagungan itu.
Ketika jamaah mengelilingi Ka’bah dengan bahu kanan terbuka dan langkah cepat, sesungguhnya mereka sedang menapak jejak sejarah yang penuh kebijaksanaan. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam tidak sekadar mengajarkan gerakan, tetapi juga menanamkan makna: bahwa Islam adalah agama yang kuat, bijak, dan berwibawa.
Maka, setiap kali Anda melakukan tawaf, ingatlah bahwa di balik setiap putaran, ada sejarah perjuangan, strategi dakwah, dan cinta Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam kepada umatnya. Dengan memahami kisah di balik sunnah ini, tawaf tidak lagi terasa sekadar gerakan melingkar, tetapi menjadi perjalanan ruhani menuju makna terdalam dari penghambaan.
📖 Seri Selanjutnya:
Manasik Berbasis Sejarah (Bagian 2): Mengungkap Misteri Hajar Aswad dan Tradisi Mencium dan Melambaikan Tangan
Baca Juga:
>>Perjalanan Lintas Waktu: Festival Modern Souq Ukaz di Arab Saudi
>>Keindahan Tersembunyi di Kota Taif, Makkah, Saudi Arabia
>>Kisah Inspiratif Perjalanan Haji Ibnu Battuta
>>Mengapa Nabi Hijrah Ke Madinah? Ini Alasannya!
>>Alasan Abrahah Ingin Menghancurkan Kabah
>>Manasik Umrah Lengkap 2025: Panduan Doa, Tata Cara, dan Tips Jamaah
>>Niat Umrah Bersyarat: Doa Arab, Terjemahan, dan Penjelasan Lengkap
>>Fast Track Raudhah: Apa Itu, Cara Daftar, dan Keuntungan bagi Jamaah
>>Rahasia Bisa Masuk Raudhah Lebih dari Sekali dalam Sehari
>>Misteri dan Alasan Abrahah Ingin Menghancurkan Kabah
>>Panduan Aplikasi Nusuk 2025: Cara Daftar, Booking Raudhah, dan Fast Track
>>Bolehkah Perempuan Melaksanakan Umrah Saat Haid? Begini Penjelasan Ulama
>>Berapakah Tarif Biaya Badal Umrah 2025?
>>Mengapa Umrah Disebut Haji Kecil? Ini Dia Sejarahnya!
>>Inilah Alasan Mengapa Ka'bah Dipenuhi Oleh Berhala Pada Masa Jahiliyah!
