Sirah Nabawiyah Episode 1: Tanda-Tanda Menjelang Kelahiran Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam

Kisah menegangkan Tahun Gajah, kehancuran pasukan Abrahah, dan tanda-tanda langit menjelang kelahiran Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam. Sebelum Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam lahir, langit dan bumi menampakkan tanda-tanda besar: pasukan gajah hancur, api Persia padam, dan cahaya kenabian mulai bersinar.

BLOGARTIKELBERITASEJARAH ISLAMKISAH NABISIRAH NABAWIYAHJEJAK RASUL

Ibnu Khidhir

11/2/20257 min baca

Setiap zaman memiliki peristiwa yang menjadi penanda perubahan besar dalam sejarah manusia. Namun, di antara semua peristiwa itu, tidak ada yang lebih menakjubkan dan lebih sarat makna daripada tahun kelahiran Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam — tahun yang dikenal sebagai ‘Ām al-Fīl (Tahun Gajah). Tahun ini bukan hanya menjadi penanda awal kehidupan manusia agung pembawa risalah terakhir, tetapi juga menjadi saksi bagaimana Allah subḥānahu wa ta‘ālā memperlihatkan kekuasaan-Nya dengan menghancurkan pasukan besar yang ingin meruntuhkan Ka‘bah, rumah suci yang pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrāhīm ‘alaihissalām dan putranya, Nabi Ismā‘īl ‘alaihissalām.

Kisah Tahun Gajah bukan sekadar dongeng masa lalu; ia adalah pelajaran tentang keagungan Allah, tentang kehendak-Nya menjaga kehormatan tempat suci, dan tentang bagaimana dunia menyiapkan panggung bagi datangnya Nabi terakhir. Sejarawan Arab menulis bahwa sejak peristiwa itu, bangsa Quraisy semakin disegani di Jazirah Arab karena Ka‘bah yang mereka jaga dilindungi langsung oleh Tuhan langit dan bumi.

Namun, di balik kehancuran pasukan Abrahah di lembah Mu‘aysim, antara Mekah dan Ṭā’if, tersimpan rahasia besar: tahun itu pula seorang bayi lahir di Mekah, dari rahim seorang wanita mulia bernama Āminah binti Wahb, dan diberi nama Muḥammad. Dunia tidak menyadari bahwa bayi itu kelak akan mengubah arah sejarah umat manusia.

1. Latar Belakang Pasukan Gajah: Ambisi Abrahah dan Kebanggaan Mekah

Kisah bermula jauh di selatan Jazirah Arab, di negeri Yaman, yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Abrahah al-Ashram, seorang gubernur yang diutus oleh kekaisaran Ḥabasyah (Abyssinia/Ethiopia). Ia adalah seorang Kristen yang fanatik, bertekad menjadikan Yaman sebagai pusat keagamaan menggantikan Mekah yang setiap tahun ramai oleh jamaah dari seluruh penjuru Arabia.

Abrahah mendirikan sebuah gereja megah di Ṣan‘ā’ bernama al-Qullays, dihiasi emas dan perak, dengan kubah yang menjulang tinggi. Ia berharap bangsa Arab akan meninggalkan Ka‘bah dan berhaji ke gerejanya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: seorang lelaki Arab yang marah karena penghinaan terhadap Ka‘bah datang ke sana dan menajiskannya. Abrahah murka besar. Ia bersumpah akan menghancurkan Ka‘bah batu demi batu.

Untuk mewujudkan ambisi itu, ia memimpin sendiri pasukan bergajah — sesuatu yang sangat menakutkan bagi bangsa Arab yang belum pernah melihat hewan sebesar itu dalam peperangan. Di antara gajah-gajah tersebut, yang paling besar dan terkenal adalah gajah bernama Mahmūd, yang menjadi tunggangan Abrahah sendiri.

2. Perjalanan Abrahah Menuju Mekah

Pasukan besar itu bergerak dari Yaman ke arah utara, melewati Najrān, Ṭā’if, hingga akhirnya mendekati lembah Mu‘aysim, wilayah di antara Mekah dan Ṭā’if, di sisi timur lembah al-Muḥaṣṣab. Di sanalah, menurut sebagian riwayat seperti disebut oleh al-Azraqī dan al-Wāqidī, pasukan Abrahah berhenti untuk mempersiapkan serangan terakhir ke Mekah.

Ketika mereka sampai di daerah al-Mughammas — yang kini dikenal berada di sekitar lembah Mu‘aysim, sekitar 15 km dari Mekah — pasukan Abrahah merampas harta benda penduduk sekitar, termasuk 200 ekor unta milik ‘Abd al-Muṭṭalib, kakek Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam. Abrahah mengirim utusan untuk memanggil para pemuka Quraisy agar menyerah.

‘Abd al-Muṭṭalib, dengan ketenangan seorang pemimpin yang beriman, datang menghadap Abrahah. Ia adalah sosok yang sangat disegani karena wibawanya. Dalam riwayat Ibn Isḥāq disebutkan percakapan terkenal antara keduanya:

قَالَ أَبْرَهَةُ لِعَبْدِ الْمُطَّلِبِ: "إِنِّي جِئْتُ لِأَهْدِمَ هَذَا الْبَيْتَ، فَمَا بَالُكَ تَسْأَلُنِي عَنْ إِبِلِكَ؟"
فَقَالَ عَبْدُ الْمُطَّلِبِ: "إِنِّي أَنَا رَبُّ الإِبِلِ، وَلِلْبَيْتِ رَبٌّ يَحْمِيهِ."

Abrahah berkata kepada ‘Abd al-Muṭṭalib, “Aku datang untuk menghancurkan rumah ini (Ka‘bah), mengapa engkau hanya meminta unta-untamu kembali?”
Maka ‘Abd al-Muṭṭalib menjawab, “Aku adalah pemilik unta-unta itu, sedangkan rumah ini (Ka‘bah) memiliki Pemilik yang akan menjaganya.

Jawaban ini mengguncang Abrahah. Namun, kesombongan dan ambisinya membuat ia tetap melanjutkan rencana. Ia memerintahkan pasukannya bersiap menyerbu Ka‘bah pada pagi berikutnya.

3. Mukjizat di Lembah Mu‘aysim: Turunnya Burung Ababil

Ketika pasukan besar itu mulai bergerak menuju Mekah, mereka melewati lembah Mu‘aysim, di antara bukit-bukit tandus yang menjadi saksi keagungan peristiwa itu. Gajah besar yang menjadi tunggangan Abrahah, gajah Mahmūd, tiba-tiba berhenti dan menolak maju ke arah Mekah. Ia mau berjalan ke arah lain — ke selatan atau ke timur — tapi tidak mau ke arah Ka‘bah. Ini menjadi tanda awal kehancuran mereka.

Pada saat itulah langit berubah warna. Para saksi mata dari suku Quraisy dan kabilah sekitar melihat gerombolan burung kecil datang dari arah laut — disebut dalam Al-Qur’an sebagai “ṭayran abābīl”. Mereka datang berkelompok, membawa batu-batu kecil dari tanah liat yang telah mengeras (sijjīl).

Allah subḥānahu wa ta‘ālā berfirman dalam Surah Al-Fīl:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ ۝ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ ۝ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ ۝ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ ۝ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ

Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. Al-Fīl: 1–5)

Menurut riwayat dari Ibn ‘Abbās, batu-batu itu menimpa mereka satu demi satu. Siapa yang terkena, tubuhnya hangus dan membusuk seperti daging yang terbakar. Ada yang langsung mati di tempat, ada yang melarikan diri sambil tubuhnya berlubang oleh batu kecil tersebut. Abrahah sendiri terkena batu di tubuhnya dan kembali ke Yaman dalam keadaan sekarat, lalu mati di sana dengan tubuh terpotong-potong bagian demi bagian.

Lembah Mu‘aysim — tempat pasukan itu diserang — masih disebut oleh penduduk sekitar hingga kini sebagai wilayah tempat “turunnya azab atas pasukan bergajah.” Ia berada di rute lama antara Ṭā’if dan Mekah, di kawasan berbukit yang menjadi saksi bagaimana Allah menjaga kehormatan Ka‘bah dari tangan manusia durhaka.

4. Riwayat Hadis Tentang Peristiwa Tahun Gajah

Beberapa riwayat hadis mendukung kronologi peristiwa ini dan mengaitkannya dengan tahun kelahiran Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam. Dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (no. 3853), diriwayatkan dari ‘Ā’isyah radhiyallāhu ‘anhā, beliau berkata:

وُلِدَ النَّبِيُّ ﷺ عَامَ الْفِيلِ

“Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada Tahun Gajah.”

Para ahli sejarah seperti Ibn Isḥāq, Ibn Hishām, dan al-Ṭabarī menegaskan bahwa peristiwa pasukan Abrahah terjadi hanya sekitar 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam. Ada yang mengatakan di bulan Muḥarram, sedangkan kelahiran beliau terjadi di bulan Rabī‘ul Awwal tahun yang sama.

Riwayat lain menyebutkan bahwa setelah pasukan itu hancur, bangsa Quraisy menyebut tahun itu sebagai penanggalan baru — Tahun Gajah menjadi patokan kronologi Arab sebelum datangnya Islam, sebagaimana kemudian umat Islam menjadikan Hijrah Nabi sebagai patokan tahun Hijriyah.

5. Tanda-Tanda Langit Menjelang Kelahiran Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam

Tidak lama setelah kehancuran pasukan bergajah, terjadi berbagai tanda-tanda luar biasa di berbagai penjuru dunia. Dalam riwayat disebutkan bahwa malam kelahiran Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam disertai cahaya yang sangat terang dari arah Syam, sebagaimana diceritakan oleh ibunda beliau, Āminah binti Wahb:

رَأَيْتُ حِينَ وَلَدْتُهُ نُورًا خَرَجَ مِنِّي أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ الشَّامِ

“Aku melihat, ketika aku melahirkannya, keluar dariku cahaya yang menerangi istana-istana di negeri Syam.”
(HR. Aḥmad, no. 17163)

Pada malam itu pula, banyak kejadian luar biasa terjadi di luar Arab:

  • Api besar yang disembah di Persia, yang telah menyala selama seribu tahun, tiba-tiba padam.

  • Empat belas menara istana Kisrā (raja Persia) runtuh.

  • Danau Sāwah yang menjadi tempat penyembahan kaum Majusi kering seketika.

Peristiwa-peristiwa ini menjadi simbol bahwa kegelapan kejahilan dan penyembahan berhala sedang menuju kehancuran, sementara cahaya petunjuk akan segera datang.

6. Mekah Menjelang Kelahiran Sang Nabi

Mekah pada masa itu adalah kota kecil namun sangat berpengaruh. Di sana terdapat Ka‘bah, pusat ibadah yang dibangun oleh Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismā‘īl. Meskipun masyarakatnya telah terjerumus dalam penyembahan berhala, mereka masih menjaga sebagian tradisi tauhid — seperti menghormati Ka‘bah dan melaksanakan haji dengan cara mereka.

Keluarga Nabi berasal dari Bani Hāsyim, salah satu kabilah terhormat dari suku Quraisy. Ayah beliau, ‘Abdullāh bin ‘Abd al-Muṭṭalib, wafat ketika beliau masih dalam kandungan ibunya. Ibunda beliau, Āminah, adalah wanita yang lembut, berakhlak mulia, dan berasal dari keluarga terhormat di Bani Zuhrah.

Ketika malam kelahiran tiba, Āminah melahirkan tanpa kesulitan. Bayi itu lahir dalam keadaan bersih, berbau harum, dan menundukkan kepala seakan-akan dalam sujud. Sejarawan Muslim seperti Ibn Sa‘d menyebut bahwa beliau lahir di rumah kakeknya di Syi‘b Banī Hāsyim, Mekah, bertepatan dengan hari Senin, 12 Rabī‘ul Awwal, Tahun Gajah.

7. Hubungan Antara Tahun Gajah dan Kelahiran Nabi

Mengapa Allah menakdirkan bahwa kehancuran pasukan Abrahah dan kelahiran Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam terjadi dalam tahun yang sama?

Para ulama menafsirkan bahwa Allah ingin memperlihatkan dua hal besar:

  1. Kehancuran kekuatan duniawi yang sombong. Abrahah dengan pasukan dan gajahnya melambangkan kesombongan manusia yang ingin menundukkan rumah Allah dengan kekuatan.

  2. Kelahiran kekuatan rohani yang akan menaklukkan hati manusia. Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam lahir membawa rahmat dan risalah tauhid yang akan menyinari dunia.

Dengan kata lain, tahun itu menjadi batas antara zaman kegelapan dan zaman cahaya — antara kesombongan manusia dan kelembutan wahyu.

8. Jejak Lembah Mu‘aysim dalam Sejarah

Lembah Mu‘aysim kini dikenal oleh sebagian penduduk Makkah sebagai bagian dari jalur lama yang menghubungkan Ṭā’if dan Masy‘aril Ḥarām (Muzdalifah). Di sana terdapat bukit-bukit yang kering, dan lembah luas yang menjadi tempat wadi mengalir ketika hujan. Sejarawan al-Azraqī dalam Akhbār Makkah menyebut bahwa di tempat inilah pasukan Abrahah diserang burung Abābīl, dan sebagian pasukannya dikuburkan di sana. Penduduk sekitar bahkan menamai salah satu titiknya sebagai “Ḥabāb al-Fīl”, yaitu tempat di mana gajah Abrahah rebah dan tidak lagi bergerak.

Dalam catatan perjalanan ulama abad ke-9 H, al-Sakhāwī juga menulis bahwa jamaah haji dahulu sering berhenti sejenak di lembah ini untuk mengambil pelajaran dari kehancuran kaum zalim. Kini, wilayah tersebut sudah menjadi bagian dari jalur modern antara Makkah dan Ṭā’if, namun maknanya tetap hidup dalam hati umat Islam.

Ketika pasukan bergajah binasa di lembah Mu‘aysim, dunia menyaksikan kekuasaan Allah dalam bentuk nyata. Tidak ada pedang, tidak ada tentara Quraisy yang berperang — hanya burung kecil dan batu yang menjadi alat kehancuran pasukan besar. Tak lama setelah itu, di kota suci yang sama, lahirlah manusia agung yang kelak menundukkan dunia bukan dengan kekerasan, tetapi dengan cahaya wahyu dan kelembutan risalah

Tahun Gajah menjadi penanda akhir dari masa jahiliyah dan awal dari masa kenabian. Sejak hari itu, sejarah manusia tidak pernah sama lagi. Dari lembah yang kering itu, dari rumah sederhana di Mekah, lahirlah cahaya yang menerangi timur dan barat dunia — Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam, pembawa rahmat bagi seluruh alam.

Baca Juga:
>>Perjalanan Lintas Waktu: Festival Modern Souq Ukaz di Arab Saudi
>>Keindahan Tersembunyi di Kota Taif, Makkah, Saudi Arabia
>>Kisah Inspiratif Perjalanan Haji Ibnu Battuta
>>Mengapa Nabi Hijrah Ke Madinah? Ini Alasannya!
>>Alasan Abrahah Ingin Menghancurkan Kabah

>>Manasik Umrah Lengkap 2025: Panduan Doa, Tata Cara, dan Tips Jamaah
>>Niat Umrah Bersyarat: Doa Arab, Terjemahan, dan Penjelasan Lengkap
>>Fast Track Raudhah: Apa Itu, Cara Daftar, dan Keuntungan bagi Jamaah
>>Rahasia Bisa Masuk Raudhah Lebih dari Sekali dalam Sehari

>>Misteri dan Alasan Abrahah Ingin Menghancurkan Kabah

>>Panduan Aplikasi Nusuk 2025: Cara Daftar, Booking Raudhah, dan Fast Track
>>Bolehkah Perempuan Melaksanakan Umrah Saat Haid? Begini Penjelasan Ulama

>>Berapakah Tarif Biaya Badal Umrah 2025?
>>Mengapa Umrah Disebut Haji Kecil? Ini Dia Sejarahnya!
>>Inilah Alasan Mengapa Ka'bah Dipenuhi Oleh Berhala Pada Masa Jahiliyah!