Tariq bin Ziyad: Api yang Mengubah Sejarah (Bagian 1)
Kisah legendaris Tariq bin Ziyad membakar kapal di Andalusia, awal mula terbukanya peradaban Islam di Spanyol. Simak sejarah heroik yang mengubah dunia ini.
SEJARAH ISLAMSEJARAHINSPIRASIARTIKELWISATA RELIGIEROPA
Ibnu Khidhir
10/5/20254 min baca


Tariq bin Ziyad (Bagian 1)
Di antara kisah besar dalam sejarah Islam, ada satu peristiwa yang selalu dikenang sebagai titik awal terbukanya Andalusia—sebuah tanah subur di Eropa yang kelak menjadi pusat ilmu pengetahuan, seni, dan peradaban. Kisah itu adalah kisah Tariq bin Ziyad, seorang panglima muda yang dengan keberaniannya menyeberangi lautan dari Afrika Utara menuju semenanjung Iberia pada tahun 711 M. Legenda itu semakin melekat dalam ingatan sejarah karena sebuah peristiwa dramatis: kapal-kapal yang mereka gunakan untuk menyeberang dibakar, meninggalkan pasukan Muslim tanpa jalan kembali, kecuali dengan meraih kemenangan. Dari sinilah lahir kisah legendaris yang disebut banyak sejarawan sebagai api yang mengubah sejarah.
Banyak jamaah yang berkunjung ke Spanyol hari ini, baik untuk wisata religi maupun sejarah, selalu menyebut nama Tariq bin Ziyad sebagai pintu masuk peradaban Islam di Andalusia. Kota Gibraltar—yang namanya berasal dari bahasa Arab Jabal Tariq (Gunung Tariq)—menjadi saksi bisu keberanian itu. Kisahnya tidak hanya menjadi catatan dalam kitab sejarah, tetapi juga hidup sebagai inspirasi bagi umat Islam hingga hari ini, tentang keberanian, tekad, dan tawakal dalam menjalankan misi besar.
Awal Misi: Dari Afrika Utara Menuju Andalusia
Tariq bin Ziyad bukanlah seorang jenderal tua yang kenyang pengalaman seperti Khalid bin Walid atau Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia adalah seorang panglima muda, namun keberanian dan kepiawaiannya membuat Musa bin Nushair—gubernur Ifriqiya (Afrika Utara) pada masa itu—memilihnya sebagai pemimpin ekspedisi ke Andalusia.
Andalusia saat itu dikuasai oleh kerajaan Visigoth yang sedang dilanda perpecahan internal. Raja Roderic yang baru saja naik tahta menghadapi oposisi dari faksi-faksi bangsawan yang tidak puas. Kondisi ini dimanfaatkan sebagai peluang emas bagi umat Islam untuk memperluas dakwah dan keadilan Islam di tanah yang subur dan kaya tersebut.
Menurut riwayat, ekspedisi pertama hanya melibatkan sekitar 7.000 pasukan, sebagian besar adalah kaum Berber yang baru saja masuk Islam. Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kekuatan Roderic yang diperkirakan mencapai puluhan ribu. Namun, keyakinan yang kuat kepada Allah dan kepemimpinan yang penuh wibawa membuat pasukan Muslim berangkat dengan penuh semangat.
Perjalanan dari Afrika Utara menuju Andalusia bukan perkara mudah. Pasukan Muslim menyeberangi Selat yang kelak dikenal dengan nama Gibraltar menggunakan kapal-kapal kecil. Ombak laut seringkali menghantam keras, namun akhirnya mereka berhasil mendarat di sebuah gunung yang kemudian diabadikan dengan nama Jabal Tariq. Dari sinilah nama Tariq bin Ziyad selamanya terukir dalam sejarah.
Api yang Membakar Kapal
Ketika pasukan Muslim tiba di pantai Spanyol, Tariq bin Ziyad menghadapi kenyataan pahit: mereka jauh dari kampung halaman, jumlahnya sedikit, dan musuh di hadapan mereka sangat besar. Dalam kondisi seperti itu, ia mengambil keputusan yang kelak menjadi legenda: membakar kapal-kapal yang mereka gunakan untuk menyeberangi laut.
Menurut riwayat yang beredar dalam sejarah Arab dan Andalusia, setelah kapal-kapal dibakar, Tariq menyampaikan seruan yang membakar semangat pasukannya:
"Di belakang kalian ada lautan, di depan kalian ada musuh. Demi Allah, tidak ada jalan kembali kecuali dengan kemenangan atau mati syahid!"
Kata-kata ini menggema di hati setiap prajurit. Tidak ada pilihan untuk mundur, tidak ada tempat untuk kembali. Hanya ada satu jalan: maju menghadapi musuh dengan seluruh kekuatan dan keimanan.
Meski sebagian sejarawan Barat meragukan detail cerita tentang pembakaran kapal, kisah ini tetap hidup sebagai simbol pengorbanan dan tekad pantang menyerah. Api yang membakar kapal itu seakan menjadi api semangat yang mendorong pasukan Muslim untuk berjuang lebih gigih.
Pertempuran Guadalete: Awal Kemenangan
Beberapa minggu setelah mendarat, pasukan Muslim bertemu langsung dengan pasukan besar Raja Roderic di sebuah tempat yang dikenal dengan Sungai Guadalete. Di sinilah pertempuran besar terjadi. Pasukan Muslim yang hanya berjumlah sekitar 7.000 hingga 12.000 harus menghadapi puluhan ribu prajurit kerajaan Visigoth.
Namun, strategi Tariq bin Ziyad terbukti jitu. Ia memanfaatkan kelemahan pasukan Roderic yang terpecah dan tidak disiplin. Dengan keberanian pasukan Berber dan semangat jihad yang berkobar, umat Islam berhasil memukul mundur pasukan musuh. Dalam pertempuran itu, Raja Roderic sendiri tewas, dan kekalahan besar ini membuka jalan bagi penaklukan lebih luas ke wilayah Andalusia.
Kemenangan di Guadalete bukan sekadar pertempuran militer. Itu adalah titik balik sejarah. Andalusia, yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Eropa yang rapuh, kini mulai terbuka bagi cahaya Islam. Dari sinilah babak baru sejarah peradaban dimulai, yang kelak akan melahirkan Cordoba, Granada, Sevilla, dan Toledo sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia.
Tariq bin Ziyad dan Cordoba yang Menyala
Setelah kemenangan besar, Tariq bin Ziyad melanjutkan ekspedisinya ke kota-kota besar Andalusia. Cordoba jatuh, diikuti oleh Toledo, ibukota kerajaan Visigoth. Dalam waktu singkat, hampir seluruh semenanjung Iberia berada dalam genggaman Islam.
Namun, Tariq tidak hanya dikenal sebagai penakluk. Ia juga meninggalkan jejak kebijaksanaan. Dalam banyak catatan, Tariq memerintahkan agar rakyat setempat diperlakukan dengan adil. Kaum Nasrani yang kalah tidak dipaksa masuk Islam, mereka diberikan kebebasan beragama dengan membayar jizyah, sebagaimana berlaku dalam hukum Islam pada masa itu.
Keadilan inilah yang membuat banyak penduduk Andalusia menerima kehadiran umat Islam dengan tangan terbuka. Perlahan, Andalusia berubah menjadi sebuah negeri makmur yang dihiasi masjid, madrasah, perpustakaan, dan pasar yang ramai. Tariq bin Ziyad menjadi salah satu tokoh yang membuka jalan bagi lahirnya Zaman Keemasan Andalusia.
Kisah Tariq bin Ziyad membakar kapal-kapalnya tetap menjadi simbol keberanian hingga hari ini. Api itu bukan hanya membakar kayu kapal, tetapi juga membakar keraguan, ketakutan, dan keputusasaan. Yang tersisa hanyalah keyakinan penuh bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang berjuang dengan ikhlas.
Kisah ini tidak hanya dikenang dalam buku sejarah, tetapi juga hidup dalam budaya umat Islam. Nama Tariq bin Ziyad diabadikan dalam gunung, selat, bahkan dalam cerita rakyat yang terus dituturkan.
Andalusia, yang dimulai dari langkah berani itu, kemudian melahirkan ulama besar, ilmuwan, arsitek, dan penyair yang memberi cahaya kepada dunia. Semua bermula dari tekad seorang panglima muda dan pasukannya yang berani menyeberangi lautan.
Penutup Bagian Pertama
Bagian pertama dari kisah Tariq bin Ziyad: Api yang Mengubah Sejarah ini membawa kita melihat bagaimana seorang pemuda dengan iman dan keberanian mampu mengubah arah sejarah dunia. Dari pembakaran kapal hingga kemenangan di Guadalete, semuanya menunjukkan bahwa sejarah tidak hanya ditentukan oleh jumlah pasukan atau kekuatan materi, tetapi juga oleh keyakinan, strategi, dan kepemimpinan yang berani.
Dalam bagian kedua nanti, kita akan melihat bagaimana jejak Tariq bin Ziyad membuka jalan bagi lahirnya peradaban Islam di Andalusia, berkembangnya ilmu pengetahuan, seni, dan keindahan yang membuat wilayah itu dijuluki sebagai permata peradaban Islam di Eropa.
Baca: Tariq bin Ziyad: Api yang Mengubah Sejarah (Bagian 2)
Baca Juga:
>>Manasik Umrah Lengkap 2025: Panduan Doa, Tata Cara, dan Tips Jamaah
>>Niat Umrah Bersyarat: Doa Arab, Terjemahan, dan Penjelasan Lengkap
>>Fast Track Raudhah: Apa Itu, Cara Daftar, dan Keuntungan bagi Jamaah
>>Rahasia Bisa Masuk Raudhah Lebih dari Sekali dalam Sehari
>>Misteri dan Alasan Abrahah Ingin Menghancurkan Kabah